Jakarta, CNN Indonesia -- Asosiasi Pengelola Pasar Indonesia (Asparindo) menyatakan bakal menyampaikan usulan kepada pemerintah agar mengkaji kembali pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk komoditas pangan strategis, setelah mendapat tuntutan dari beberapa pihak.
Ketua Umum Asparindo Y. Joko Setiyanto mengatakan, jajarannya mengharapkan agar komoditas pangan non-strategis juga dapat dibebaskan dari pungutan PPN.
"Sebenarnya kami juga mendukung agar komoditas pangan, baik yang strategis dan yang tidak itu tidak perlu dipungut PPN. Ini sudah saya sampaikan ke kementerian juga," tutur saat dihubungi
CNNIndonesia.com, Jumat (22/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, terkait pengajuan pembebasan PPN terhadap komoditas pangan non-strategis, Joko belum dapat membagi seperti apa dasar pengajuan dan pertimbangan apa saja yang dibawanya ke Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
"Kebetulan saya ikut Kelompok Kerja (Pokja) III dalam pembahasan paket kebijakan di Kemenko Perekonomian tapi itu baru disampaikan dan belum ada pembahasan lagi. Nanti saya sampaikan setelah ada hasil pembahasan," tutupnya singkat.
Sebelumnya, seorang ibu rumah tangga dan pedagang di pasar tradisional menggugat Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) ke Mahkamah Konstitusi.
Adalah Dolly Hutari, ibu rumah tangga selaku konsumen komoditas pangan, serta Sutejo, pedagang komoditas pangan di Pasar Bambu Kuning, yang merasa dirugikan dengan diberlakukannya Pasal 4A ayat (2) huruf b UU Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 8 Tahun 1983 tentang PPN dan PPnBM.
Pada pasal tersebut, ditetapkan 11 jenis pangan yang dibebaskan PPN karena masuk kategori komoditas yang "sangat dibutuhkan masyarakat". Komoditas pangan tersebut meliputi: beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah-buahan, dan sayur-sayuran.
Dalam Ringkasan Permohonan Perkara Nomor 39/PUU-XIV/2016, Dolly dan Sutejo menganggap pasal tersebut diskriminatif. Pasalnya, mereka merasa mendapat perlakuan berbeda ketika akan mengakses komoditas pangan, selain 11 jenis kategori pangan yang dibebaskan PPN.
"Para pemohon merasa dirugikan hak konstitusionalnya karena komoditas pangan selain 11 jenis komoditas pangan yang tidak dikenakan PPN menjadi lebih mahal akibat dikenainya PPN," demikian kutipan dari Ringkasan Permohonan Perkara yang diajukan Dolly dan Sutejo ke Mahkamah Konstitusi (MK).
(gir)