Sri Mulyani: Bank Dunia Khawatirkan Ekonomi Negara Berkembang

Safyra Primadhyta | CNN Indonesia
Selasa, 26 Jul 2016 14:27 WIB
Sri Mulyani, Direktur Operasional Bank Dunia mengatakan, selama dua dekade terakhir, negara berkembang merupakan mesin pertumbuhan ekonomi dunia.
Mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberikan kuliah umum di Universitas Indonesia dalam kapasitasnya sebagai Managing Director merangkap Chief Operating Officer Bank Dunia, Selasa (22/7). (CNN Indonesia/Safyra Primadhyta).
Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Dunia kembali menyatakan kekhawatiran atas rapuhnya pertumbuhan ekonomi dunia yang disertai dengan gejolak. Bahkan, menurut Sri Mulyani, Direktur Operasional Bank Dunia, perekonomian negara berkembang, termasuk Indonesia, tengah menghadapi tantangan berat.

"Padahal, selama dua dekade terakhir, negara berkembang merupakan mesin pertumbuhan ekonomi dunia," ujar mantan Menteri Keuangan tersebut, Selasa (26/7).

Bank Dunia sendiri, sambung dia, sudah melakukan revisi proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia berkali-kali. Terakhir, Bank Dunia memangkas pertumbuhan ekonomi dunia tahun ini menjadi hanya 2,4 persen dari sebelumnya yang sebesar 2,9 persen.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sri Mulyani mengibaratkan, tantangan tersebut sebagai perfect storm alias badai sempurna. Perfect storm ini datang dalam bentuk lemahnya ekonomi dan perdagangan dunia, perlambatan dan perubahan struktural ekonomi China disertai rendahnya harga-harga komoditas.

"Melambatnya pertumbuhan ekonomi di China dan perubahan struktural ekonomi China sangat memengaruhi ekonomi dunia," terang dia.

Negara pengekspor komoditas mendapatkan hantaman paling keras dari situasi ini. Sebanyak 40 persen pemangkasan pertumbuhan ekonomi dunia berasal dari kelompok negara tersebut.

Ia menceritakan, dari kunjungannya ke Argentina pekan lalu, pelemahan ekspor telah merontokkan ekonomi Argentina yang memiliki porsi ekspor ke China hingga 35 persen.

"Kondisi serupa juga dialami negara-negara di Amerika Latin, Afrika, Asia Tengah, serta Asia Tenggara, tak terkecuali Indonesia, di mana China menerima 11 persen dari ekspor Indonesia," imbuh Sri Mulyani.

Tak sampai disitu, hantaman perfect storm, lanjut dia, juga memengaruhi aliran modal ke negara berkembang, meluasnya konflik dan serangan terorisme, termasuk perubahan iklim global. Ia menilai, diperlukan kerja sama yang semakin erat dan koordinasi kebijakan antar negara untuk menghadapi perfect storm dalam perekonomian global ini.

"Kerja sama ini dapat membangun kembali kepercayaan dan menghilangkan halangan perdagangan dan investasi untuk menunjang produktivitas dan memulihkan pertumbuhan ekonomi," katanya.

Sayangnya, yang terjadi di dunia malah sebaliknya. Sri Mulyani mengungkapkan, kerja sama antar negara justru berada di titik terendah di sepanjang sejarah. Sebagai bukti, keluarnya Inggris dari persekutuan Uni Eropa atau dikenal dengan istilah Brexit. (bir/gen)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER