Temui Ditjen Bea Cukai, Gaprindo Minta Cukai Rokok Tak Naik

Gentur Putro Jati | CNN Indonesia
Selasa, 02 Agu 2016 17:25 WIB
Rencana pemerintah menaikkan tarif cukai hasil tembakau dikhawatirkan bisa mengganggu arus kas perusahaan rokok.
Pita cukai rokok sigaret kretek mesin tahun 2016 yang melekat di berbagai merek rokok. (CNN Indonesia/Gentur Putro Jati).
Jakarta, CNN Indonesia -- Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) menyambangi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (DJBC Kemenkeu) untuk berdiskusi mengenai rencana pemerintah menaikkan kembali tarif cukai hasil tembakau (CHT) tahun ini.

Pemerintah sebelumnya mengungkapkan rencana bakal menaikkan lagi CHT untuk mengejar target penerimaan cukai yang pada semester I 2016 baru mencapai Rp43,7 triliun, merosot 27,26 persen dibandingkan realisasi tahun lalu.

Ketua Gaprindo Muhaimin Moefti yang ikut serta dalam diskusi bersama otoritas cukai negara mengaku telah menyampaikan keberatannya apabila cukai naik lagi tahun ini. Masalahnya, kata Moefti, industri rokok dalam dua tahun ke belakang tengah mengalami stagnasi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Produksi semester I tahun ini sekitar 156 miliar batang, ini mengalami penurunan 4,8 persen di banding tahun lalu," ujar Moefti, Selasa (2/8).

Jika CHT lebih cepat dinaikkan, kebijakan tersebut tentu akan memberatkan industri dan mengganggu arus kas perusahaan rokok. Ia meminta pemerintah dapat memahami kesulitan yang dialami industri rokok saat ini. Dengan meminta kenaikan CHT dilakukan ketika kondisi industri sudah membaik.

Sebelumnya, Sekretaris Forum Masyarakat Industri Rokok Indonesia (FORMASI) Suhardjo sudah terlebih dahulu memprotes rencana percepatan kenaikan CHT ini.

“Kalau dinaikkan lagi dalam satu atau dua bulan ini akan membuat daya beli masyarakat menurun,” terang Suharjo.

Ia mengakui saat ini pertumbuhan industri masih stagnan cenderung turun. Hal ini akibat dampak dari pemberlakuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 20 Tahun 2015 yang mewajibkan industri untuk membayarkan pembelian pita cukai di tahun berjalan pada akhir tahun lalu. Dengan berlakunya peraturan tersebut, perusahaan rokok tidak lagi bisa melunasi pembayaran pesanan pita cukai pada Januari atau Februari 2016, namun sudah harus lunas di Desember 2015.

Sebelumnya Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi mengaku tengah mempertimbangkan untuk melakukan percepatan penyesuaian tarif CHT demi mengejar tambahan target penerimaan cukai hasil tembakau sebesar Rp1,79 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2016. Tahun lalu, penetapan tarif baru CHT diumumkan pada November 2015 dan tarif baru berlaku efektif mulai 1 Januari 2016.

Dihubungi terpisah, Direktur Persyaratan Kerja, Direktorat Jenderal PHI dan Jaminan Sosial Kementerian Ketenagakerjaan Sri Nurhaningsih menilai pemerintah perlu melindungi para petani tembakau dan buruh tani sebagai salah satu penyangga ekonomi Indonesia.

Sri menilai tembakau merupakan tanaman strategis yang pembudidayaannya bisa menyerap banyak tenaga kerja. Selain tentunya menyumbang kas negara dengan jumlah sangat besar, mulai dari setoran cukai sampai pembayaran pajak tenaga kerja.

Dari daun tembakau, kata Sri, jutaan manusia bergantung ekonomi, hidupnya bahkan dengan sendirinya komoditas ini bisa menyerap tenaga kerja sangat besar mencapai 6,3 juta orang.

"Industri hasil tembakau merupakan salah satu pondasi kekuatan ekonomi negara karena bisa menggerakkan kegiatan perekonomian dari hulu sampai hilir dari petani sampai pedagang asongan," tegasnya.

Untuk itu, industri hasil tembakau harus di pertahankan keberadaanya jika ingin ekonomi negara bisa selamat di saat sulit.

Sementara, Direktur Wahid Foundation Yenny Wahid meminta pemerintah untuk benar-benar memperhatikan petani tembakau juga industri hasil tembakau karena sudah memberi kontribusi ekonomi yang besar terhadap negara.

"Tembakau ini sudah memberikan penghidupan yang luar biasa bagi masyarakat, mengingat tembakau sektor yang sangat strategis. Dan tembakau termasuk bagian dari kebudayaan,” ujar Yenny.

Ia menegaskan, jangan sampai, budaya bercocok tanam tembakau hilang dari bumi pertiwi karena desakan-desakan regulasi asing. Pemerintah, sudah sepatutunya, memiliki keberpihakan terhadap petani tembakau juga industri hasil tembakau karena ada jutaan orang yang menggantungkan hidupnya terhadap tembakau.

"Pejabat jangan membuat kebijakan atau regulasi yang justru menyengsarakan petani tembakau,” katanya.

Yenny juga mendesak agar Rancangan Undang-Undang Pertembakauan segera disahkan agar ada perlindungan baik terhadap petani maupun industri.

Yenny mengaku melihat dan mendengar sendiri, para petani tembakau saat ini terpuruk akibat berbagai kebijakan dari dalam negeri maupun asing seperti FCTC yang mendesak agar tembakau diganti oleh tanaman lain.

Selama ini, para petani tembakau terbukti mampu menghidupi keluarga, menyekolahkan anak, hingga membangun masjid dan melestarikan seni tradisi. Indikasi lain, tidak ada warga di daerah ekonomi tembakau yang menerima BLT (bantuan langsung tunai).

”Di sini pentingnya pemerintah hadir melalui regulasi yang lebih melindungi petani tembakau. Bukan malah membunuhnya,” tegas Yenny. (gen)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER