Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Indonesia (BI) telah mengeluarkan payung hukum yang mengatur transaksi surat berharga di pasar sekunder. Aturan tersebut resmi tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/11/PBI/2016 tentang Pasar Uang yang diteken oleh Gubernur BI Agus D.W Martowardjojo.
Dalam beleid PBI tersebut diatur transaksi jual beli instrumen pasar uang atau pendanaan dengan jangka waktu sampai dengan satu tahun. Transaksi tersebut bisa menggunakan agunan maupun tanpa agunan dan bisa dilakukan dengan skema jual beli kembali (repo).
Transaksi di pasar uang bisa melibatkan pelaku pasar yang terdiri dari bank, perusahaan efek dan nasabah yang dalam hal ini bisa berupa perorangan, bank maupun perusahaan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pengaturan pasar uang dimaksudkan unuk memberikan landasan hukum sehingga dapat menjadi pedoman dan memberikan kepastian hukum bagi pelaku pasar dalam bertransaksi di pasar uang," ujar Agus dikutip Jumat (12/8).
BI juga mengatur beberapa syarat instrumen pasar uang, di antaranya instrumen yang diterbitkan oleh pelaku pasar harus bisa diperdagangkan tanpa warkat (scriptless trading) dan harus mendapat rating dari lembaga rating yang terakreditasi.
Melalui penerbitan PBI ini, Agus Marto juga menegaskan fungsi bank sentral dalam mengendalikan moneter melalui pasar uang baik dalam bentuk rupiah maupun valuta asing. Adapun tujuannya yakni meningkatkan efektivitas kebijakan moneter, makroprudensial, sistem pembayaran dan pengelolaan uang rupiah yang dilakukan oleh BI.
Selain itu, pasar keuangan juga diharapkan tercipta guna mencapai pasar uang domestik yang efisien, likuid dan dalam.
Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengatakan PBI tersebut bisa menjamin jenis-jenis instrumen jangka pendek seperti
Medium Term Notes (MTN),
commercial paper,
promisory note hingga
Negotiable Certificate Deposit (NCD) bisa diperdagangkan di pasar uang.
Surat utang jangka pendek tersebut umumnya diterbitkan oleh bank maupun korporasi guna mengatasi kebutuhan dana jangka pendek.
Dengan kepastian hukum tersebut, BI berharap aktivitas perdagangan di pasar uang nantinya bisa terdongkrak, sehingga volume transaksi bisa meningkat. Menurut Mirza, ukuran pasar uang yang ideal bagi sebuah negara yakni mencapai 20-30 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Masih dangkalnya pasar uang di Indonesia, menurut Mirza, disebabkan keterbatasan produk jangka pendek hingga literasi pasar keuangan yang masih minim di masyarakat.
"Idealnya pasar uang itu paling tidak 20-30 persen dari PDB Indonesia. Sekarang itu malah tidak sampai satu persen. Sebelum 1998 juga masih di bawah satu persen," kata Mirza baru-baru ini.
(gir/gen)