BI Relaksasi Ketentuan Money Changer di Wilayah Perbatasan

Christine Novita Nababan | CNN Indonesia
Minggu, 14 Agu 2016 16:10 WIB
Pendirian money changer resmi perlu diperbanyak di wilayah perbatasan. Pasalnya, wilayah perbatasan sangat rentan dengan intervensi mata uang asing.
Ilustrasi penukaran uang. (ANTARA FOTO/Gunawan Wibisono).
Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Indonesia (BI) akan merelaksasi ketentuan dan mendorong pendirian usaha penukaran valuta asing (money changer) resmi bagi lembaga bukan bank di wilayah terdepan atau perbatasan.

"Secara bertahap nanti di daerah perbatasan ada kebijakan khusus, biar ada sarana penukaran uang di tempat-tempat rawan, seperti perbatasan," kata Deputi Gubernur BI Erwin Rijanto dalam keterangan di Batam, seperti dilansir ANTARA, Minggu (14/8).

Erwin mengatakan, pendirian money changer resmi perlu diperbanyak di wilayah perbatasan. Pasalnya, wilayah perbatasan sangat rentan dengan intervensi mata uang asing. Terbatasnya sarana prasarana penukaran valuta asing (valas) bisa berisiko meningkatkan penggunaan mata uang non-rupiah di perbatasan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Banyak orang datang, tapi tidak ada tempat penukaran uang. Bagaimana dia mau dapat rupiahnya. Ini kenapa kami merasa penting untuk membuat money changer," ujarnya.

Namun demikian, tentu pendirian money changer tersebut harus sesuai dengan izin dari BI. Saat ini, bank sentral masih merampungkan kemudahan dari kebijakan pendirian money changer tersebut. BI juga berkoordinasi tentang kebijakan ini dengan Asosiasi Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing (KUPVA).

BI akan mendorong pelaku usaha penukaran valas untuk menggandeng pelaku usaha wisata agar bersama-sama mendirikan money changer di tempat-tempat pendukung kegiatan wisata, seperti hotel, restoran dan lain-lain.

Lebih lanjut Erwin mengatakan, pelanggaran transaksi dengan penggunaan valas di Indonesia sudah menurun, meski begitu ia masih enggan menyebutkan datanya.

Adapun, beberapa kegiatan ekonomi seperti pemenuhan kontrak dengan asing, dan juga sebagian kegiatan ekspor impor masih diperbolehkan menggunakan valas karena termasuk kegiatan perdagangan internasional dan pembiayaan internasional. Pengecualian itu juga tercantum dalam penjelasan di Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/3/PBI/2015 tanggal 31 Maret 2015.

Menurut data BI, saat ini, kebutuhan penggunaan valas sudah menurun menjadi 2,5-2,8 miliar dolar AS per bulan dari 2014 sebesar 6-7 miliar dolar AS sebelum ada PBI Nomor 17/3/2015, seperti disampaikan Deputi Gubernur BI Ronald Waas dalam kesempatan terpisah.

"Kalau ada kontrak dengan asing boleh pakai valas, itu diatur dalam UU. Namun, kegiatan pendukungnya, seperti katering, penginapan, dan lainnya tetap harus pakai rupiah," tegas Ronald. (bir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER