Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengusulkan lima sektor usaha baru calon penerima fasilitas harga gas bagi industri, yang telah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 40 tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi.
Usulan sektor usaha tersebut telah disampaikan oleh Menteri Perindustrian Airlangga Hartanto ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Koordinator bidang Perekonomian.
Airlangga menerangkan, instansinya pada awalnya mengusulkan penambahan empat sektor untuk mendapatkan harga gas industri, yaitu makanan dan minuman, pulp dan kertas, ban, serta tekstil dan alas kaki. Namun, Kemenperin mengajukan tambahan baru, yakni sektor farmasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, kata Airlangga, usulan tersebut masih perlu pembahasan lebih lanjut mengingat kelima sektor tersebut belum tercantum dalam Perpres Nomor 40 tahun 2016.
Sebagai informasi, pasal 4 ayat 1 Perpres tersebut menjelaskan bahwa penurunan harga gas bagi industri hanya berlaku bagi industri pupuk, industri petrokimia, industri oleochemical, industri baja, industri keramik, industri kaca, dan industri sarung tangan karet.
"Untuk tambahan nanti akan dibahas lagi oleh tim khusus, yang pasti kami minta tambahan sektor penerima, yaitu empat sektor baru plus farmasi. Tapi karena itu tidak ada di dalam Perpres, akan kami review kembali," ujar Airlangga ditemui di Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Senin (15/8).
Ia beralasan, penambahan sektor ini penting agar daya saing industri dalam negeri bisa bersaing dengan negara lainnya. Namun, ia sendiri masih belum tahu berapa harga gas yang ideal bagi tambahan sektor-sektor baru tersebut.
"Kami hanya minta harga yang bersaing, nanti harganya bersaing dan akan dikaji oleh tim," jelasnya.
Lebih lanjut, ia tak khawatir dengan potensi penerimaan negara yang berkurang dari adanya penambahan sektor ini. Intinya, tegas Airlangga, penurunan harga gas bisa memiliki dampak berganda (
multiplier effect), mengingat industri penerimaannya berkontribusi besar terhadap pertumbuhan industri manufaktur.
Sebagai contoh, lanjutnya, industri makanan dan minuman yang tercatat tumbuh 8,2 persen pada kuartal II 2016 atau melebihi pertumbuhan ekonomi pada periode yang sama sebesar 5,18 persen.
"Kami kan sekarang bicara
multiplier effect, ada tenaga kerja, lalu ada pertumbuhan industri, dan kemudian berujung pada penghematan devisa," terang Airlangga.
Melengkapi ucapan Airlangga, Menteri ESDM Arcandra Tahar mengatakan Indonesia harus rela kehilangan penerimaan negara dalam implementasi penurunan harga gas bagi industri. Kendati demikian, ia masih belum tahu berapa penerimaan negara yang berkurang, mengingat harga gas bagi masing-masing sektor juga belum ditentukan secara pasti.
"Kalau di industri hilir, Indonesia bisa dapat manfaat
multiplier effect-nya. Kalau hanya sekedar menjual gas, bisa terlihat berapa profit dan pendapatannya. Namun kalau digunakan untuk pupuk, petrokimia, ya terlihat nanti berapa multiplier-nya," jelasnya di lokasi yang sama.
(ags/gen)