Jakarta, CNN Indonesia -- Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI menilai paket kebijakan ekonomi jilid I yang dirilis Pemerintahan Joko Widodo baru-baru ini merupakan "obat" yang keliru dari penyakit ekonomi yang tengah diderita Indonesia.
Wakil Ketua Komite I DPD, Fachrul Razi menilai fokus kebijakan pemerintah, yang lebih mengarah pada peningkatan daya saing industri, kurang tepat karena akar permasalahan ekonomi saat ini justru terletak pada rendahnya daya beli masyarakat. Karenanya, dia melihat dampak positif dari paket kebijakan ekonomi jilid I Jokowi kurang dirasakan langsung oleh masayrakat di daerah.
"Ibarat kita sakit perut, paket kebijakan itu justru obat sakit kepala," ujarnya alam sebuah diskusi ekonomi di Jakarta, Minggu (20/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebaliknya, lanjut Fachrul, kebijakan pemerintah yang sifatnya langsung diberikan ke masyarakat justru menjadi persoalan baru karena menyebabkan ketergantungan tinggi masyarakat terhadap bantuan pemerintah pusat.
"Sudah ada kartu Indonesia sehat, sebentar lagi ada kartu Indonesia sabar," kata Fachrul di menyindir.
Menurutnya, pemerintah pusat dan daerah terkesan bergerak sendiri-sendiri tanpa koordinasi yang jelas dalam menyikapi permasalahan ekonomi yang terjadi saat ini. Padahal, lanjutnya, dengan dinamika masalah yang lebih kompleks di daerah, banyak kepala daerah yang justru menunggu arahan dan konsep yang jelas dari pusat.
Hal senada juga disampaikan oleh ekonom sekaligus Guru Besar Universitas Lampung, Bustanul Arifin. Dia menilai, kebijakan Jokowi hanya jelas di level nasional dan belum sampai ke daerah.
"Yang penting itu adalah komunikasi ke daerah-daerah. Karena ini hanya sebatas
national policy (kebijakan nasional)," ujarnya.
Harmonisasi kebijakan pusat dan daerah, kata Bustanul, menjadi sesuatu yang harus diupayakan segera oleh pemerintah guna mendukung paket yang dikeluarkan Jokowi. Untuk itu, komunikasi dua arah antara pemerintah pusat dan daerah menjadi syarat mutlak yang ahrus dilakukan.
"Kalau komunikasi tidak sampai ya apa yang mau disesuaikan," ujarnya.
(ags)