Jakarta, CNN Indonesia -- Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan memperkirakan Google menghadapi tagihan pajak lebih dari US$400 juta atau setara Rp5,2 triliun untuk tahun 2015. Tagihan pajak tersebut belum termasuk empat tahun sebelumnya yang rencananya akan dikejar DJP Kemenkeu.
Muhammad Hanif, Kepala Cabang Kasus Khusus Kantor Pajak DJP Kemenkeu mengatakan, penyidik pajak telah menyambangi kantor Google Indonesia. Menurut dia, pembayaran pajak kantor perwakilan Google di Indonesia yaitu Google Indonesia kurang dari 0,1 persen terhadap total pajak penghasilan, termasuk utang pajak penambahan nilai tahun lalu.
Saat dimintai tanggapannya, juru bicara Google Indonesia menegaskan kembali pernyataan yang telah dibuatnya pekan lalu. Juru bicaranya mengklaim, perseroan terus bekerja sama dengan pemerintah setempat dan telah membayar semua pajak yang berlaku.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Apabila terbukti bersalah, Google harus membayar denda hingga empat kali lipat dari jumlah utang pajaknya. Itu berarti, tagihan pajak maksimum Google mencapai US$418 juta atau Rp5,5 triliun untuk tahun 2015," ujarnya seperti dilansir Reuters, Senin (19/9).
Namun demikian, Hanif menolak merinci total tagihan pajak Google selama periode 2011-2015. Sebagai informasi, sebagian besar pendapatan yang dihasilkan Goole di Indonesia dipesan melalui kantor pusat Google Asia Pasifik yang berbasis di Singapura.
Google Asia Pasifik sendiri, kata Hanif, menolak untuk diaudit pada Juni 2016. Ini mendorong DJP untuk meningkatkan kasus ini menjadi salah satu pidana.
"Argumen Google adalah mereka telah melakukan perencanaan pajak. Perencanaan pajak sah, tapi jika negara yang menghasilkan pendapatan tersebut tidak memperoleh apapun menjadi tidak legal," terang dia.
DJP mengaku akan memanggil direksi Google Indonesia yang juga memegang posisi di Google Asia Pasifik. DJP bahkan menggandeng Kepolisian dalam menangani kasus pajak anak usaha Alphabet Inc tersebut.
Secara global, sangat jarang penyelidikan pajak korporasi meningkat menjadi kasus pidana. Yustinus Prastowo, Direktur Eksekutif dari Pusat Analisis Perpajakan Indonesia menjelaskan, setidaknya butuh waktu tiga tahun bagi pengadilan Indonesia untuk membuat keputusan tentang pidana pajak.
Kejar Perusahaan LainSelain Google, Hanif menuturkan, DJP berencana mengejar pajak dari perusahaan-perusahaan sejenis (penyedia jasa layanan internet) di Indonesia.
Kementerian Komunikasi dan Informasi juga tengah mengerjakan aturan baru bagi penyedia jasa layanan internet ini. Kemkominfo juga menyaring usulan DJP untuk mengenakan pajak kepada seluruh perusahaan jaringan internet.
Hitung-hitungan DJP, total pendapatan iklan yang dikantongi industri penyedia jasa layanan internet diperkirakan mencapai US$830 juta per tahun. Di antaranya 70 persen merupakan pendapatan dari Google dan Facebook.
Sebuah studi bersama oleh Google dan investor negara Singapura, Temasek, belum lama ini menyebutkan, pasar iklan digital di Indonesia mampu menghasilkan US$300 juta di tahun 2015.
(bir/gen)