Tak Cuma Satu, Sri Mulyani Suntik Lima Insentif Sektor Migas

Galih Gumelar | CNN Indonesia
Jumat, 23 Sep 2016 16:43 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berharap, revisi PP 79 tahun 2010 bisa menciptakan situasi investasi yang lebih atraktif.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berharap, revisi PP 79 tahun 2010 bisa menciptakan situasi investasi yang lebih atraktif. (ANTARA FOTO/Reno Asnir).
Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah telah resmi merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79 tahun 2010 dengan harapan bisa meningkatkan investasi dan eksplorasi sektor minyak dan gas bumi di Indonesia.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, terdapat lima insentif investasi migas yang dimasukkan ke dalam revisi PP 79 tahun 2010. Poin-poin itu terdiri dari:

1. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) impor, PPN dalam negeri, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan bea masuk pada masa eksplorasi ditanggung pemerintah.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

2. Fasilitas perpajakan pada masa eksploitasi demi meningkatkan keekonomian proyek, yang mencakup pembebasan PPN impor, PPN dalam negeri, PBB, dan bea masuk.

3. Pembebasan Pajak Penghasilan (PPh) pemotongan atas pembebanan biaya operasi fasilitas bersama (cost sharing) oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dalam rangka pemanfaatan barang milik negara di bidang hulu migas dan alokasi biaya overhead kantor pusat.

4. Kejelasan fasilitas non fiskal seperti investment credit, percepatan depresiasi, dan Domestic Market Obligation (DMO) holiday.

5. Diberlakukannya sistem sliding scale, di mana pemerintah mendapatkan bagi hasil lebih apabila terdapat windfall profit.

Sri Mulyani berharap, revisi PP 79 tahun 2010 bisa menciptakan situasi investasi yang lebih atraktif. Sehingga perusahaan migas bisa menaikkan cadangan minyak bumi Indonesia yang saat ini berada di angka 3,5 miliar barel.

"Dengan ini kami harapkan, sektor migas akan lebih atraktif dan ada investasi baru di indonesia," ujar Sri Mulyani, Jumat (23/9).

Sharing the Pain

Di samping itu, ia memandang revisi beleid ini perlu dilakukan untuk menciptakan paradigma baru dari investasi hulu migas. Selama ini, lanjutnya, investasi migas seolah-olah menganut prinsip "sharing the pain".

Ia mencontohkan masa di mana rezim pembebasan pajak dan retribusi atas barang-barang operasional hulu migas (assume and discharged) diimplementasikan sebelum tahun 2010.

Menurut mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia, hal itu mengindikasikan bahwa pemerintah tidak pernah menikmati bagi hasil yang tinggi ketika harga minyak mengalami kenaikan. Namun, pemerintah disuruh turun tangan ketika investor gelagapan dalam menanamkan modalnya di sektor migas.

Sementara itu, setelah PP 79 tahun 2010 diterbitkan, pemerintah malah terkesan abai dengan beban-beban yang ditanggung KKKS selama masa eksplorasi. Hal ini membuat pemerintah menetapkan sistem bagi hasil yang lebih adil.

"Makanya di dalam revisi PP 79 ini kami kenalkan prinsip sharing the pain, sharing the gain dengan memberlakukan sistem sliding scale. Dengan ini, pemerintah juga menikmati kenaikan harga dari minyak dan gas secara drastis. Ini mencerminkan keadilan pada manajemen risiko dan treatment pendapatan baik bagi KKKS dan pemerintah," jelasnya.

Melengkapi ucapan tersebut, Pelaksana tugas (Plt) Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Luhut Binsar Panjaitan mengatakan, revisi beleid ini bisa memudahkan penawaran investasi migas di Indonesia.

Menurut Luhut, potensi cadangan migas Indonesia sebesar 100 miliar barel terbilang cukup menjanjikan. Sayangnya, saat ini nilai duit yang ditanamkan kalah banyak dengan negara tetangga karena rasio sukses (success ratio) investasi migas hanya sebesar 39 persen.

"Dengan konsep sharing the pain dan sharing the gain saya pikir, ini bisa diakomodasi. Ini bisa memiliki dampak baik ke bisnis migas," tutur Luhut di lokasi yang sama. (gen)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER