Jakarta, CNN Indonesia -- PT Pertamina Hulu Energi (PHE) menyatakan bakal mampu melampaui target produksi gas tahun ini sebanyak 725 juta kaki kubik per hari (MMSCFD). Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan realisasi produksi 2015 sebesar 678 MMSCFD.
R. Gunung Sardjono Hadi, Direktur Utama PHE mengatakan, optimisme tersebut berbekal dari torehan produksi gas semester I 2016 sebesar 728 MMSCFD yang telah melampaui target tersebut.
"Faktor pendorong peningkatan produksi gas dari on stream-nya Senoro Toili dan tambahan akuisisi Blok NSO/B," ujar Gunung, Senin (8/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sayangnya, peningkatan target produksi gas tidak dibarengi dengan produksi minyak karena pertimbangan harga yang relatif masih rendah. Gunung mencatat, hingga akhir tahun produksi minyak ditargetkan 62.613 barel per hari (bph), lebih rendah dibandingkan catatan produksi tahun lalu 66.302 bph.
Gunung menjelaskan, dari sisi produksi minyak, perusahaannya terus berupaya meningkatkan rasio profitabilitas. Caranya adalah dengan merotasi penggunaan peralatan sehingga bisa lebih ekonomis. Ia mencontohkan, pengeboran pengembangan yang mahal dipindahkan ke kerja ulang (
work over) sehingga biaya lebih murah, tetapi berkontribusi pada produksi.
"
Shifting juga dilakukan dari minyak ke gas. Minyaknya memang turun, tetapi gas naik sehingga secara ekuivalen tetap naik," katanya.
Sepanjang tahun ini, PHE masih akan fokus pada blok-blok yang masih menjadi andalan untuk memberikan kontribusi besar seperti PHE Offshore North West Java (ONWJ) dan PHE West Madura Offshore (WMO). Sedangkan lapangan yang berpotensi memberikan kontribusi produksi tambahan dalam dua-tiga tahun mendatang adalah Lapangan Senoro Toili, Jambi Merang dan hasil akuisisi Blok NSO/B untuk peningkatan produksi gas.
Gus Irawan Pasaribu, Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menilai, PHE seharusnya bisa tetap meningkatkan produksi minyaknya tahun ini.
“Jangan karena harga rendah produksi tidak dioptimalkan. Jika produksi minyak dalam negeri rendah tentu akan memperbesar impor. Setiap impor tentu akan menguras devisa yang pada gilirannya akan memperlemah rupiah,” ungkap Gus Irawan.
Menurut Gus Irawan, Pertamina sebagai BUMN, dituntut untuk ikut berkontribusi menciptakan kestabilan ekonomi makro, termasuk kestabilan rupiah.
Berly Martawardaya, pengamat ekonomi energi dari Universitas Indonesia, menilai prestasi PHE dalam meningkatkan produksi gas patut diapresiasi, apalagi di saat perusahaan migas lain menurunkan produksi. Namun tentu harus tetap dievaluasi untuk menaikkannya secara ekonomis, lalu bisa jadi fondasi juga dalam meningkatkan kerja sama dan produksi ke depannya.
"Memastikan sudah ada pembeli karena gas biasanya sudah ada kontrak jangka panjang. Jadi mudah-mudahan ini jadi sinyal positif kepercayaan investor terhadap Pertamina,” kata Berly.
(gen)