Jakarta, CNN Indonesia -- Temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) bahwa ada aliran dana Rp800 miliar dari industri farmasi ke para dokter perlu mendapat perhatian serius dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Laporan dugaan gratifikasi untuk dokter yang tengah ditangani KPK tersebut bersama sejumlah temuan aliran dana di sektor kesehatan, disebut Pengamat Ekonomi Salamudin Daeng bisa menjadi penjelasan mengapa harga obat di Indonesia demikian tinggi.
“Temuan tersebut ibarat menepuk air di dulang terpercik muka sendiri. Sektor farmasi yang selama ini diklaim steril, dan bisa mengkritik industri tembakau kini kena batunya,” kata Salamudin, Senin (26/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menduga selama ini para oknum dokter secara tidak langsung sudah menjalankan peran sebagai tenaga pemasaran perusahaan farmasi. Konsumen, seringkali tidak bisa berkutik, tidak bisa menolak satu resep yang direkomendasikan dokter dengan merujuk obat milik industri farmasi tertentu.
Ia menjelaskan, selama ini, setiap penjualan obat ke pasien dikembalikan lagi beberapa persen sebagai fee untuk para dokter dan hal itu sudah berlangsung lama.
"Selama ini kita diarahkan untuk membeli obat tertentu, kita tidak punya kuasa untuk menolak apa yang harus kita beli," tegasnya.
Tidak hanya itu, Salamudin menyebut para dokter kemudian diarahkan untuk membenci produk tembakau oleh industri farmasi dengan tujuan semakin banyak produk kesehatan yang terjual.
Terkait aliran dana, Salamudin meminta KPK untuk menelusuri lebih jauh lagi karena bukan tidak mungkin Kementerian Kesehatan juga ikut kecipratan karena tidak melarang praktik jual obat yang dilakukan para dokter.
"Kita kan tidak tahu, tapi tidak mungkin kosong, lah. Kalau dokter salah gunakan profesi sementara Kementerian Kesehatan tidak tahu. Tapi harus ada bukti dan ditelusuri, karena fakta di lapangan saat ini biaya dan harga obat-obatan obatan sudah mencapai langit ke tujuh," sindirnya.
(gen)