Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mendorong PT Pertamina (Persero) untuk menghadirkan lebih banyak lagi variasi bahan bakar minyak (BBM) berkualitas di masyarakat. Kesadaran masyarakat untuk mengonsumsi BBM berkualitas diyakini bakal meningkat, jika perusahaan pelat merah itu bisa membanderol BBM non subsidi dengan selisih harga tipis dengan BBM penugasan.
“Apalagi mesin mobil-mobil baru memberi respons kinerja yang lebih baik pada BBM dengan oktan lebih tinggi, yang harganya tidak terlalu jauh dengan premium,” kata Ibrahim Hasyim, Anggota Komite BPH Migas, dikutip Selasa (4/10).
Terlebih, sejak awal bulan ini pemerintah memutuskan untuk tidak mengubah harga BBM jenis premium sampai akhir 2016 yaitu Rp6.450-Rp6.550 per liter untuk wilayah diluar Jawa, Madura dan Bali (Jamali) dan Jamali.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan begitu, harga premium tidak berselisih jauh dengan pertalite yang dijual Pertamina dengan harga Rp6.900 per liter dan pertamax Rp7.350 per liter.
Menurut Ibrahim, premium juga tidak lagi disubsidi pemerintah, sehingga tidak lagi berpengaruh terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Jika saat ini ada yang mengonsumsi premium, bisa jadi hanya karena lebih murah.
“Bisa juga karena ketersediaannya yang lebih luas di seluruh Indonesia. Di wilayah tertentu nelayan juga pakai premium,” kata dia.
Ibrahim menambahkan perilaku masyarakat dalam mengonsumsi BBM sekarang tidak begitu sensitif lagi terhadap harga karena selisihnya yang tipis.
Selain itu masyarakat sekarang juga sudah memperhatikan mutu BBM dan kinerja mesin kendaraannya. Ini bisa dilihat dari perilaku pengguna sepeda motor yang sudah menggunakan BBM beroktan lebih tinggi, seperti pertamax dengan kadar oktan (RON) 92, atau pertalite RON 90.
“Tuntutan teknologi ke depan secara perlahan memang akan mendorong masyarakat untuk memilih gasoline dengan RON 90, 92 dan 95 dan perlahan meninggalkan premium dengan RON88,” tandas Ibrahim.
Berdasarkan data Pertamina hingga 20 September 2016 konsumsi premium makin menyusut. Dalam kurun waktu kurang dari tiga bulan, konsumsi premium tercatat turun 28,75 persen.
Rata-rata konsumsi jenis premium hingga 20 September 2016 tinggal 50 ribu kiloliter (kl) per hari, turun 28,75 persen dibanding rata-rata konsumsi sepanjang semester I 2016 sebesar 70.183 kl per hari.
Sebaliknya, konsumsi BBM seperti pertalite, dan pertamax makin membesar. Bahkan, konsumsi harian pertalite dari 1 hingga 20 September 2016 telah melonjak 282 persen dibanding konsumsi pada semester I 2016.
Jika pada pada semester I, konsumsi rata-rata Pertamax series 9.626 kl per hari, hingga 20 September rata-rata konsumsi naik jadi 15.682 kl perhari.
Gus Irawan Pasaribu, Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengatakan, tren penurunan premium merupakan hal yang positif karena produknya tidak lagi disubsidi pemerintah.
“Secara perlahan premium memang harus dikurangi peredarannya, tapi itu memang perlu keputusan politis kendati sesungguhnya premium itu tidak lagi disubsidi," katanya.
(gen)