Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani didampingi jajaran petinggi Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kembali menemui tiga lembaga pemeringkat internasional, yakni Standard and Poor's (S&P), Fitch Ratings, dan Moody's.
Pertemuan tersebut berlangsung di sela gelaran tahunan International Moneter Fund (IMF)-World Bank di Washington DC, Amerika Serikat (AS) pada 4-9 Oktober 2016 lalu.
"Pertemuan ini sangat penting untuk memberi update dan pemahaman mengenai perkembangan ekonomi Indonesia, terutama kebijakan terakhir yang dilakukan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers di kantornya, Rabu (12/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam pertemuan itu, Sri Mulyani memaparkan kebijakan pemerintah dalam mengantisipasi perkembangan APBNP 2016 maupun pembahasan RAPBN 2015. Tak hanya itu, Sri Mulyani juga menjelaskan tentang program amnesti pajak yang saat ini masih berlangsung.
Khusus untuk S&P, Sri Mulyani berharap rating investasi (
investment rating) Indonesia bisa naik menjadi layak investasi (
investment grade). Pasalnya, di antara ketiga lembaga pemeringkat internasional itu hanya S&P yang belum memberikan predikat layak investasi bagi Indonesia.
"Khusus mengenai S&P yang masih belum melakukan
upgrade peringkat Indonesia, pertemuan ini menjadi sangat kritikal karena pada saat ini merupakan titik
turning point bagi mereka [S&P] untuk melakukan
assestment mengenai
investment rating Indonesia," ujarnya.
Sebagai pengingat, kendati mengapreasi upaya perbaikan fiskal Indonesia, S&P masih memberikan rating BB+ kepada Indonesia tahun ini.
“Sayangnya, kinerja fiskal Indonesia tidak bisa membaik karena alasan struktural. Karena itu kami masih memberikan rating BB+ untuk peringkat utang negara jangka panjang dan B yang berjangka pendek,” bunyi keterangan resmi S&P pada pertengahan tahun ini.
Sementara, Fitch dan Moody's sudah lama memberikan predikat layak investasi pada Indonesia.
Lebih lanjut, upaya peningkatan rating ini diharapkan seiring dengan perbaikan kebijakan yang bersifat lebih efektif dan
predictable. Misalnya, melalui perbaikan struktur anggaran yang lebih sehat dan membantu ketahanan perekonomian Indonesia terhadap eksternalitas global.
(gir/ags)