Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Pertanian (Kementan) mengklarifikasi pemberitaan impor beras yang dilakukan pemerintah pada tahun ini. Menurut Menteri Pertanian Amran Sulaiman, Kementan bahkan tidak merekomendasikan satu butir pun impor beras pada tahun ini.
Amran mengkritik data impor beras rilisan Badan Pusat Statistik (BPS), yang menyebut sampai September 2016 ada 1,14 juta ton beras senilai US$472,5 juta yang dibeli Indonesia dari luar negeri. Sementara, pada periode yang sama tahun lalu jumlahnya hanya 229,6 ribu ton atau US$99,8 juta.
Ia menegaskan adanya kesalahpahaman mengenai data BPS tersebut. Menurutnya pada 2015, Kementan memang merestui dilakukannya impor beras sebanyak 1 juta ton lebih. Namun pengirimannya ke Indonesia tidak secara sekaligus, melainkan bertahap.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita impor 2015 itu 1 juta ton lebih, kemudian masuk sedikit demi sedikit. 300 ribu ton itu sampai Desember 2015. Nah Januari masuk sampai 1 juta ton. Nah itu yang dimaksud BPS itu, karena BPS mencatat per tanggal masuk," ucap Arman, Jumat (21/10).
Menurutnya, stok beras yang dikelola pemerintah saat ini ada sebanyak 2 juta ton. Dengan demikian, pemerintah menilai pasokan beras tersebut akan cukup hingga Mei 2017. Selain itu, Kementan sendiri telah mengubah skema atau regulasi pertanian, di mana kini sarana produksi dilakukan dengan penunjukkan langsung, sehingga dapat lebih cepat menyediakan beras.
Tidak hanya mengoreksi data impor beras BPS, Amran menyebut dalam dua tahun pemerintahan Jokowi terjadi kenaikan nilai tukar petani per Agustus 2016 menjadi 101,56 atau naik 2,8 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 101,28.
Dengan begitu, nilai tukar usaha petani pun ikut meningkat secara
year to date (ytd) sebesar 2,15 persen menjadi 109,76 per September 2016 jika dibandingkan akhir tahun lalu sebesar 107,45.
Klaim keberhasilan lain yang dituturkan Amran adalah tercapainya target sasaran rehabilitasi jaringan irigasi sampai 2019 sebesar 3,2 juta hektare (ha) dan pembangunan 1.235 unit Umbung dan Dam Parit.
Namun, untuk produksi pangan strategis sendiri belum menyentuh target yang diharapkan. Di mana jumlah produksi kedelai turun 7,2 persen akibat La Nina dan kurangnya minat petani menanam kedelai karena harganya yang kurang kompetitif.
“Makanya kami dorong penambahan luas tanam, mitigasi perubahan iklim dan penetapan harga standar sehingga ke depan produktivitas kedelai dapat ditingkatkan," imbuhnya.
Daging SapiSementara itu, komoditas unggulan perkebunan dan peternakan Indonesia disebutnya mengalami kenaikan. Di mana produksi daging sapi meningkat 5,31 persen, telur ayam 13,6 persen, daging ayam 9,4 persen, dan daging kambing meningkat 2,47 persen. Kemudian, kelapa sawit meningkat 14,42 persen, kakao naik 13,6 persen, kopi tumbuh 2,47 persen, dan karet meningkat 0,14 persen.
"Keberhasilan ini memberikan kenaikan ketahanan pangan dengan tidak adanya impor bawang dan beras, juga menurunnya impor jagung sebesar 60 persen tahun ini," ujarnya.
Tak mau kinerja peternakan tahun depan kendor, Amran bertekad mewujudkan kedaulatan pangan dengan adanya Sapi Indukan Wajib Bunting (SIWAB) dengan inseminasi buatan.
Melalui SIWAB, Kementan menargetkan populasi sapi bertambah 3 juta ekor pada tahun depan dan 4 juta ekor pada 2018.
Selain itu, Kementan juga bekerja sama dengan Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT) untuk mengakhiri impor jagung tahun depan. Dengan kerja sama ini, GPMT akan membeli 9 juta ton jagung dari petani di 29 provinsi.
"Lalu untuk memenuhi kebutuhan 7 juta ton gula diadakan intensifikasi melalui optimalisasi perusahaan gula swasta, revitalisasi perusahaan gula BUMN, bongkar
ratoon bibit unggul dan alat mesin pertanian, dan dilakukan ekstensifikasi melalui 13 perusahaan gula
existing dan 14 perusahaan gula baru," papar Amran.
(gen)