Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Dunia mengapresiasi langkah taktis Pemerintah Indonesia dalam menjaga ketahanan fiskal di tengah perlambatan dan ketidakpastian ekonomi global. Lembaga keuangan internasional itu menganggap kebijakan amnesti pajak yang dibarengi dengan pemangkasan belanja negara sebagai kunci utama Indonesia menjaga ekonomi tetap tumbuh seperti yang ditargetkan, yakni 5,1 persen pada tahun ini dan 5,3 persen pada 2017.
Namun risiko eksternal seperti pertumbuhan global yang lebih lamban dari yang diharapkan serta ketidakpastian pasar keuangan global membawa risiko turunnya ekonomi terbesar di Asia Tenggara ini.
Pernyataan itu merupakan kesimpulan dari Laporan Kuartalan Ekonomi Indonesia, yang dirilis Bank Dunia, Selasa (25/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rodrigo Chaves, Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia menggarisbawahi sejumlah hal terkait upaya Pemerintah Indonesia menjaga ekonomi tetap tumbuh, yakni perbaikan tata kelola fiskal, kebijakan publik yang lebih kuat, serta reformasi struktural. Selain itu, respons yang tepat waktu terkait harga pangan juga dinilai telah memberikan hasil positif.
Menurutnya, masuknya uang tebusan amnesti pajak periode pertama yang sebesar 56,6 persen dari target 165 triliun telah membantu mengurangi risiko fiskal. Penerimaan negara tambahan ini diharapkan dapat menambah belanja modal sehingga membawa dampak positif pada pertumbuhan.
Tak hanya itu, kebijakan cepat Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati untuk memangkas belanja negara yang tidak prioritas juga turut membantu meredakan tekanan fiskal.
"Risiko telah menurun dan beberapa indikator membaik. Ke depan, kami optimis bahwa upaya berkelanjutan untuk mengembangkan pariwisata dan manufaktur akan menghasilkan lebih banyak pekerjaan, meningkatkan pendapatan ekspor, dan semakin mendukung pertumbuhan," tutur Chaves.
Ekonomi Berbasis WisataNdiame Diop, Practice Manager Bank Dunia untuk Makroekonomi dan Manajemen Fiskal di kawasan Asia Tenggara dan Pasifik, melihat konsumsi domestik masih tetap kuat dan peningkatan pertumbuhan ekonomi akan bergantung pada investasi swasta yang lebih kuat. Hal ini masih sejalan dengan proyeksi Bank Dunia sebelumnya, Juli 2016, di mana ekonomi Indonesia diperkirakan tumbuh 5,1 persen pada 2016 dan naik menjadi 5,3 persen pada 2017.
Diop menambahkan, terjaganya pertumbuhan ekonomi berkat sejumlah kebijakan pemerintah turut berkontribusi pada turunnya tingkat kemiskinan di Indonesia sebesar 0,4 persen menjadi 10,9 persen pada kuartal I 2016.
"Ini adalah penurunan tahunan terbesar dalam tiga tahun terakhir. Kebijakan pemerintah yang berkontribusi termasuk upaya menstabilkan haga beras serta perluasan bantuan sosial," jelas Diop.
Dari sisi pendapatan publik, Bank Dunia menggunakan koefisien Gini yang turun 1,1 poin menjadi 39,7 pada Januari-Maret 2016 sebagai indikator berkurangnya ketimpangan pendapatan masyarakat. Penurunan gini ratio ini adalah penurunan tahunan terbesar sejak krisis finansial Asia tahun 1997-1998.
Dari sisi sektoral, Diop menilai kebijakan pemerintah menjadikan sektor pariwisata sebagai motor utama baru pendorong pertumbuhan ekonomi sangat tepat. Menurutnya, pertumbuhan sektor ini bisa membantu membuka keran investasi swasta, menciptakan lapangan kerja, menambah ekspor, serta memandu investasi infrastruktur.
"Indonesia memiliki potensi untuk mengembangkan industri pariwisata kelas dunia," kata Ndiame Diop.
Mengutip data World Travel and Tourism Council, Diop mengatakan setiap US$1 juta yang dibelanjakan untuk sektor travel dan pariwisata bisa mendukung 200 lapangan kerja dan US$1,7 juta PDB bagi Indonesia.
Kementerian Pariwisata pernah menargetkan investasi swasta senilai US$10 juta di sektor pariwisata sebesar US$ 10 miliar dalam ranka pengembangan 10 tujuan wisata pada 2019.
(ags)