Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Dunia menyatakan rantai kemiskinan di Indonesia bisa dipangkas dengan memperbaiki kesempatan seseorang dalam memperoleh akses kesehatan dan pendidikan sejak dini.
"Jeratan kemiskinan antar generasi tidak bisa diputuskan dengan menunggu, harus dengan bersusah payah, berusaha," tutur Kepala Ekonom Bank Dunia untuk Indonesia, Vivi Alatas saat menghadiri acara Supermentor16: End Poverty di Gedung Djakarta Theater, Senin (18/10) malam.
Vivi mengungkapkan rantai kemiskinan berawal bahkan sejak seorang anak di dalam kandungan. Seorang calon ibu maupun ibu bayi di bawah lima tahun yang pengetahuan maupun akses kesehatannya tidak memadai bisa memberikan konsekuensi pada kurangnya nutrisi anak. Hal ini bisa mempengaruhi perkembangan kecerdasan anak yang terbawa hingga dewasa.
Ia menambahkan, hanya 35 persen anak-anak Indonesia yang mendapatkan imunisasi lengkap. Selanjutnya, hanya 40 persen anak Indonesia yang memperoleh air susu ibu (asi) eksklusif. Akibatnya, 37 persen anak Indonesia mengalami masalah pertumbuhan kurang dari normal (
stunting).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“
Stunting adalah masalah besar di Indonesia,” ujarnya.
Kurangnya nutrisi anak Indonesia bisa disebabkan oleh ketidaktahuan, ketidakmauan, maupun ketidakmampuan sang Ibu dalam memberikan nutrisi, terutama selama seribu hari pertama sejak seorang anak dilahirkan.
Selain kesehatan, kurangnya pendidikan juga mempersulit seseorang untuk keluar dari jeratan kemiskinan. Padahal, dengan pendidikan yang baik maka seseorang bisa memiliki pengetahuan dan keahlian yang bisa digunakan untuk memperoleh kesempatan kerja di tempat yang baik.
“Baca buku, tekun bekerja, tekun belajar adalah perilaku kunci nanti 80 persen anak miskin berpendidikan di bawah SMA,” ujarnya.
Negara, kata Vivi, memiliki peran penting dalam menyediakan akses pendidikan dan kesehatan berikut infrastrukturnya. Namun, peran masyarakat dalam mengawal pencairan anggaran pemerintah dan ikut berkontribusi dalam upaya pengentasan kemiskinan juga dibutuhkan.
Vivi berharap, generasi muda dapat berpartisipasi untuk menyebarkan pemahaman mengenai kesehatan, pendidikan, dan informasi yang bermanfaat bagi orang-orang di sekitarnya. Apalagi, di era teknologi saat ini, sosial media bisa membantu penyebaran informasi kepada keluarga miskin.
Hal serupa pernah dilakukan oleh peran masyarakat sebagai super konektor edukasi masalah AIDS di Zimbabwe. Di sana, kelompok masyarakat yang menjadi super konektor adalah pekerja salon yang menyebarkan informasi soal AIDS kepada para pelanggannya.
"Pengetahuan kontrasepsi sangat penting untuk menghindari AIDS. Pemerintah Zimbabwe merangkul pekerja salon sebagai super konektor, sambil motong rambut,
ngomongin hal ini. Hasilnya, 4,7 juta alat kontrasepsi terjual berkat super konektor," ujarnya.
Sebagai informasi, berdasarkan data terakhir yang dimiliki Bank Dunia, jumlah penduduk miskin di Indonesia ada 28,6 juta jiwa dan jumlah penduduk Indonesia yang rentan terhadap kemiskinan mencapai 62 juta jiwa.
(gir/gen)