DPR Dukung Pertamina Dapat Prioritas Kelola Lapangan Migas

Gentur Putro Jati | CNN Indonesia
Selasa, 06 Des 2016 15:58 WIB
Pemerintah Indonesia diminta bisa meningkatkan porsi penguasaan lapangan migas oleh BUMN seperti halnya yang dilakukan negara-negara lain.
Pemerintah Indonesia diminta bisa meningkatkan porsi penguasaan lapangan migas oleh BUMN seperti halnya yang dilakukan negara-negara lain. (ANTARA FOTO/Irsan Mulyadi)
Jakarta, CNN Indonesia -- Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menilai diberikannya keistimewaan bagi PT Pertamina (Persero) untuk menggarap lapangan minyak dan gas bumi (migas) yang habis kontraknya akan menguntungkan bagi negara. Pasalnya, pengelolaan hulu migas di Indonesia oleh perusahaan milik negara masih rendah dibandingkan negara lain.

Anggota Komisi VII DPR Satya W. Yudha mencatat, penguasaan national oil company (NOC) atas sumber daya migas di Brazil mencapai 81 persen, di Aljazair mencapai 78 persen, Norwegia 58 persen, dan Malaysia 47 persen.

“Sementara Pertamina baru sekitar 20 persen. Akan lebih bagus dalam revisi Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas bisa memberikan Pertamina semua privilese, tapi tidak menjadikannya sebagai regulator,” ujar Satya, dikutip Selasa (6/12).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mengutip putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 36 Tahun 2012, Satya menyebut ada 14 pasal dalam UU No 22 Tahun 2001 yang inkonstitusional.

Pertama, Pertamina tidak berperan sebagai tuan rumah di negara sendiri, sebagaimana berlaku bagi NOC negara lain yang porsi produksi domestiknya besar karena dominasi pengelolaan hulu migas oleh perseroan cukup rendah.

“Berlakunya UU No 22 Tahun 2001 membuat hak eksklusif BUMN dalam mengelola migas menjadi hilang. Pengelolaan migas beralih kepada kontraktor asing SKK Migas,” tegasnya.

Menurut Satya sangat penting memberi keistimewaan kepada Pertamina sebagai NOC. Contoh privilese yang bisa diberikan negara adalah untuk setiap kontrak yang akan habis (expired), maka Pertamina diberikan first right of refusal.

“Bisa juga semua blok-blok yang bagus diberikan ke Pertamina, sementara sisanya baru diberikan kepada kontraktor bagi hasil (production sharing contract/PSC) dengan yang lain,” katanya.

Syamsir Abduh, Anggota Dewan Energi Nasional, mendukung agar revisi UU Migas nanti dapat memperkuat posisi Pertamina sebagai NOC dan menjadikan Pertamina sebagai representasi negara dalam penguasaan dan pengusahaan migas sehingga fungsi dan kewenangan SKK Migas diserahkan ke Pertamina.

"Percepatan penyelesaian RUU Migas akan memberi solusi komprehensif untuk menjawab persoalan migas dari hulu ke hilir dalam upaya mendukung kedaulatan energi," ujarnya.

Menurut Syamsir, peraturan pemerintah pengganti UU (perpu) dapat menjadi solusi atas kedudukan SKK Migas yang belum jelas, bahkan berpotensi ilegal dan tentunya bisa membahayakan kelangsungan pengelolaan migas di tanah air.

Dalam draf revisi UU Migas, Pertamina diusulkan menggantikan SKK Migas menjadi regulator, pengawas dan operator kegiatan usaha hulu migas di Indonesia. Namun kewenangan perumusan kebijakan dan strategi tetap berada di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Perubahan kelembagaan SKK Migas dinilai lebih sesuai dengan amanat UUD 1945 dan Keputusan Mahkamah Konstitusi. (gen)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER