Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah terpaksa menanggung pembengkakkan subsidi energi hingga Rp12,4 triliun tahun lalu. Hal ini dikarenakan tertundanya pencabutan subsidi listrik bagi pengguna listrik rumah tangga berdaya 900 volt ampere (VA).
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan, akibat pembengkakkan subsidi tersebut penyerapan total realisasi subsidi energi tembus hingga 113,2 persen dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2016.
"Subsidi listrik lebih tinggi dari pagu, karena penundaan untuk kenaikan tarif golongan 900 VA rumah tangga ini mengakibatkan kenaikan subsidi listrik dari Rp50,7 triliun dan realisasi Rp63,1 triliun sekitar lebih dari Rp13 triliun atau 24 persen dari APBNP atau 25 persen dari outlook," tutur Sri Mulyani dalam konferensi pers di Kementerian Keuangan, Selasa (3/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seharusnya, sambung dia, subsidi listrik yang selama ini dinikmati oleh 18,94 juta pelanggan berdaya 900 VA tersebut dicabut pada awal tahun lalu. Namun, penerapan tersebut selalu tertunda dan baru diterapkan mulai 1 Januari 2017.
Khusus untuk golongan tersebut, tahun ini akan diberlakukan kenaikan bertahap setiap dua bulan, yaitu 1 Januari 2017, 1 Maret 2017, 1 Mei 2017 dan 1 Juli 2017 disesuaikan bersamaan dengan 12 golongan tarif lainnya yang mengalami penyesuaian tarif tiap bulannya.
Secara keseluruhan, total belanja subsidi pemerintah pada tahun lalu mencapai Rp174,6 triliun atau lebih rendah jika dibandingkan dengan realisasi tahun 2015 yang mencapai Rp186 triliun.
Penurunan tersebut disumbang oleh berkurangnya realisasi subsidi beberapa pos non energi. Lebih rendahnya realisasi subsidi non energi itu terutama akibat minimnya realisasi penyaluran subsidi untuk Kredit Usaha Rakyat (KUR), kredit perumahan, dan subsidi bantuan uang muka perumahan.
"Subsidi yang turun adalah subsidi kredit program yang dianggarkan Rp15,8 triliun, realisasinya hanya mencapai Rp5,4 triliun. Sedangkan, yang lainnya relatif bisa dieksekusi. subsidi benih hanya 40 persen dari Rp1 triliun yang dianggarkan," imbuh mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu.
Adapun, untuk realisasi pembayaran bunga utang tercatat sebesar Rp182,8 triliun lebih rendah dari pagu APBNP 2016 yang sebesar Rp191,2 triliun. Ini akibat menurunnya nilai imbal hasil SBN serta penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
(bir)