Tak Cuma Sekali, JP Morgan Sudah Sering 'Menzalimi' Indonesia

Elisa Valenta Sari | CNN Indonesia
Rabu, 04 Jan 2017 12:45 WIB
Sebagai agen penjual SBN, JP Morgan kerap menyarankan investor untuk tidak membeli SBN milik pemerintah. Sehingga bisa memborongnya dengan harga murah.
Scenaider Clasein H. Siahaan, Direktur Strategis dan Portofolio Utang Kemenkeu menyebut sebagai agen penjual SBN, JP Morgan kerap menyarankan investor untuk tidak membeli SBN milik pemerintah. Sehingga bisa memborongnya dengan harga murah. (CNN Indonesia/Agust Supriadi)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyebut sanksi yang diberikan atas kesalahan yang dilakukan JP Morgan Chase Bank NA, bukanlah yang pertama kali.

Scenaider Clasein H. Siahaan, Direktur Strategis dan Portofolio Utang Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) menuturkan, ada cerita seru yang membuat atasannya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berang atas riset yang dibuat bank asal Amerika Serikat (AS). Hingga akhirnya tidak bisa lagi mentolerir kelanjutan kerja sama dengan perusahaan tersebut.

Scenaider mengungkapkan, riset yang dirilis JP Morgan merupakan bentuk ketidakprofesionalan manajemen bank tersebut yang membuat investor enggan membeli surat berharga negara (SBN) yang seharusnya dijualnya sebagai salah satu mitra penjualan pemerintah. Ia menambahkan, JP Morgan juga seringkali memborong obligasi pemerintah pada saat harganya jatuh.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Itu dia conflict of interest nya, dia agen primary dealer, kan seharus bisa mencari pembeli SBN. Kok malah rekomendasi jual, jadi mana mau investor beli kalau begitu. Kita yang rugi. Tapi di balik itu diam-diam dia beli SBN dengan murah lalu jual lagi, kan kita jadi mainan dia saja," ujar Scenaider, Rabu (4/1).

Namun sayangnya Scenaider tidak bisa mengungkapkan berapa banyak obligasi yang terjual dan dijual melalui JP Morgan. Yang pasti ia menyebut investor obligasi yang dihimpun melalui JP Morgan merupakan investor kelas kakap yang mampu memborong obligasi dengan jumlah besar.

"Tapi biasanya investor JP Morgan sama dengan investor agen penjual lainnya. Jadi kalau tetap mau beli SBN, investor bisa lewat agen atau primary dealer lain," jelasnya.

Ia berkisah, pemerintah telah menggandeng JP Morgan sebagai bank persepsi atau bank yang mengelola penerimaan negara sejak 2002. Selama ini, selain berperan sebagai bank persepsi, JP Morgan juga berperan sebagai penjamin emisi maupun diler utama obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah.

Namun akibat riset yang dirilis JP Morgan 13 November lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani dengan tegas memutus tali kerja sama dengan bank tersebut karena risetnya dinilai dapat mengganggu stabilitas keuangan nasional.

Scenaider juga mengungkapkan pemerintah pernah berkali-kali memberikan teguran kepada JP Morgan yang dinilai tidak profesional dalam menjalin kemitraan.

Pada 2008 silam, pemerintah pernah memberikan teguran serupa atas hasil riset JP Morgan yang merekomendasikan para investor menghindari pembelian obligasi yang diterbitkan oleh Indonesia. Pada saat itu pasar keuangan global memang tengah terguncang akibat krisis ekonomi yang melanda negeri Paman Sam.

Teguran yang sama kembali dilontarkan oleh mantan Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro pada 2015. Bambang pernah memprotes JP Morgan karena risetnya dinilai merugikan Indonesia.

Dalam riset yang dirilis 20 Agustus 2015, JP Morgan merekomendasikan agar investor mengurangi kepemilikan di surat utang Indonesia. Sebab, penilaian risiko aset portofolio Indonesia semakin meningkat karena tiga faktor.

Dalam risetnya yang berjudul "IDR rates: Will positioning risk catch up with INDOGB Move to U/W" merekomendasikan agar investor mengurangi kepemilikan di surat utang Indonesia.

Arthur Luk dan Bert Gochet, analis yang melakukan riset saat itu, menilai risiko aset portofolio Indonesia semakin meningkat. Ada tiga faktor yang membuat mereka memberikan rekomendasi tersebut.

Pertama, kebijakan China mendevaluasi mata uangnya yang membuat risiko obligasi negara-negara emerging market Asia meningkat.

Kedua, besarnya aliran dana keluar membuat prospek obligasi global negara-negara emerging market menurun, termasuk Indonesia.

Ketiga, adanya kekhawatiran bahwa utang pemerintah semakin meningkat di tahun-tahun mendatang dan memperparah defisit.

"Kejadiannya sudah berulangkali dan sudah diingatkan kepada JP Morgan tapi masih diterusin saja. Sepertinya internalnya JP Morgan kurang koordinasi," katanya. (gen)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER