Minim Pengawasan, Teroris Serok Dana dari Paypal dan Bitcoin

Elisa Valenta Sari | CNN Indonesia
Senin, 09 Jan 2017 14:35 WIB
Hasil penelusuran PPATK mendeteksi bahwa PayPal dan Bitcoin sering dimanfaatkan para teroris, ketimbang menggunakan layanan keuangan perbankan.
Hasil penelusuran PPATK mendeteksi bahwa PayPal dan Bitcoin sering dimanfaatkan para teroris, ketimbang menggunakan layanan keuangan perbankan. (REUTERS/Robert Galbraith).
Jakarta, CNN Indonesia -- Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mensinyalir modus transaksi pelaku teror dalam memfasilitasi aksi-aksinya, yakni melalui pembayaran virtual, dalam hal ini, PayPal dan BitCoin. Keduanya merupakan produk sistem pembayaran yang diasuh perusahaan teknologi berbasis keuangan (financial technology/fintech).

Hasil penelusuran PPATK mendeteksi bahwa PayPal dan Bitcoin sering dimanfaatkan para teroris, ketimbang menggunakan layanan keuangan perbankan. PayPal merupakan sistem atau mekanisme pembayaran yang dilakukan secara online. Sementara, BitCoin adalah mata uang virtual untuk transaksi online.

Direktur Pemeriksaan dan Riset PPATK Ivan Yustiavand mengatakan, penggunaan PayPal dan BitCoin dimaksudkan agar para teroris dapat menghindari pantauan penegak hukum yang umumnya menelusuri aliran dana melalui sistem perbankan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Prinsipnya teroris itu, bagaimana memindahkan uang dari satu pihak ke pihak lainnya tanpa melalui sistem perbankan. Karena kalau lewat perbankan kan mudah dideteksi melalui PPATK. Tetapi, kalau menggunakan PayPal, fintech, virtual currency, itu kan di luar sistem perbankan," ujarnya, Senin (9/1).

Ivan mengakui, tak mudah untuk melacak transaksi yang melibatkan sistem pembayaran internasional tersebut. Maklumlah, sistem pembayaran lewat udara ini masih terbilang teknologi baru, terutama di Indonesia.

Asal tahu saja, pemanfaatan PayPal dan BitCoin untuk aksi-aksi terorisme ini terendus ketika tersangka terorisme Bahrun Naim ditelusuri menerima sejumlah dana masuk ke dalam negeri.

Aktivitas tersebut tergolong modern, mengingat transaksi jenis virtual tersebut jarang dilakukan di Indonesia. Sayangnya, Ivan enggan merinci berapa nilai yang ditransfer Bahrun Naim pada saat itu.

Namun demikian, PayPal dan BitCoin sebagai sistem pembayaran oleh teroris juga masih memiliki sejumlah kelemahan. Kelemahan tersebut terkuak setelah Bahrun Naim mengirim BitCoin via PayPal dan diterima oleh end user.

Setelah dana transferan diterima oleh end user, BitCoin tersebut harus dicairkan dan dikonversi di dalam negeri menjadi uang tunai dengan kurs rupiah melalui jasa perbankan.

Saat itulah, aktivitas perbankan tersebut bisa dilacak oleh Densus 88 sehingga dapat ditindaklanjuti oleh PPATK.

"Pada saat mau dipergunakan dengan end user nya di sana, end user nya itu tidak punya akses internetnya segala macam, terpaksa dia harus pakai sistem konvensional, yaitu perbankan. Ujung-ujungnya, mereka harus punya uang yang bisa ditenteng. Kan kami tidak semua punya akses ke teknologi yang sudah canggih seperti itu," terangnya.

Sebetulnya, Ivan melanjutkan, modus tranfer dana melalui transaksi digital sudah mendunia. PPATK pun sudah memantau sejumlah transaksi mencurigakan dari sistem tersebut sejak 2013 silam.

Secara keseluruhan, tahun lalu, PPATK setidaknya telah menerima sebanyak 25 Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) yang disampaikan oleh Penyedia Jasa Keuangan (PJK). Dari 25 LTKM tersebut, di dalamnya termasuk transaksi menggunakan jasa layanan keuangan Fintech termasuk PayPal dan BitCoin. (bir/gen)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER