Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan belum ada kejelasan mengenai kepastian harga divestasi saham PT Freeport Indonesia sebesar 10,64 persen hingga saat ini. Padahal, sudah hampir setahun perusahaan asal Amerika Serikat (AS) tersebut menyodorkan harga US$1,7 miliar untuk ditebus pemerintah.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono menyebut, sampai saat ini pemerintah dan Freeport masih menggunakan mekanisme perhitungan divestasi yang berbeda.
Di satu sisi, pemerintah ingin Freeport menghitung kembali nilai divestasi berdasarkan biaya penggantian atas investasi yang dikeluarkan sejak tahap eksplorasi sampai dengan tahun kewajiban divestasi secara kumulatif (
replacement cost).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara Freeport menghitung nilai divestasi berdasarkan investasi yang telah dilakukan dan akan digelontorkan di masa depan, dengan asumsi Kontrak Karya (KK) diperpanjang hingga 2041.
"Mekanisme harga belum ketemu, masih
stay dengan kemarin. Karena perbedaan mekanisme, maka angkanya masih angka lama," jelas Bambang di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Rabu (7/12).
Kendati sudah hampir setahun proses itu berjalan, namun Bambang mengaku tidak dapat menentukan tenggat waktu kapan harga divestasi disepakati. Pasalnya, masalah periodesasi kesapakatan harga tak termasuk di dalam peraturan ihwal divestasi.
Di samping itu, ia juga menerangkan bahwa pemerintah belum memberi lampu hijau terkait pelaksanaan divestasi melalui skema penawaran umum ke bursa saham (
Initial Public Offering/IPO) mengingat tidak ada beleid yang mengatur skema tersebut.
Meski demikian, ia mengaku jika opsi IPO ini sempat mengemuka di dalam pembahasan revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 77 tahun 2014. Namun menurutnya, pemerintah belum memiliki sikap terkait hal tersebut.
"Tidak ada penetapan tenggat waktu. Selain itu belum ada perubahan mekanisme harga, masih dalam bentuk negosiasi," ujarnya.
Sebagai informasi, kewajiban melepas 10,64 persen saham berdasarkan PP Nomor 77 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba), di mana Freeport wajib melepas sahamnya sebesar 30 persen ke investor nasional karena diklasifikasikan sebagai perusahaan pertambangan bawah tanah (
underground mining).
Lantaran saat ini pemerintah telah mengempit saham Freeport Indonesia sebesar 9,36 persen, itu artinya masih terdapat sisa saham sekitar 20,64 persen yang harus dilepas perusahaan tambang tersebut.
Namun untuk tahap awal, Freeport hanya diwajibkan melepas 10,64 persen sahamnya guna menggenapi 9,36 persen yang telah dipegang oleh pemerintah sehingga menjadi 20 persen. Sementara 10 persen sisanya baru masuk masa penawaran divestasi pada 2020.
Akhirnya, pada 14 Januari 2016 lalu, Freeport menawarkan divestasi saham dengan nilai US$1,7 miliar dari total valuasi 100 persen saham sebesar US$16,2 miliar.
(gen)