Rights Issue Rp10 Triliun Evergreen Jadi Angin Lalu

CNN Indonesia
Jumat, 20 Jan 2017 15:47 WIB
Otoritas Jasa Keuangan mengaku belum menerima kembali proposal penerbitan saham baru. Sementara AJB Bumiputera sudah tak lagi mengandalkan skema tersebut.
Otoritas Jasa Keuangan mengaku belum menerima kembali proposal penerbitan saham baru. Sementara AJB Bumiputera sudah tak lagi mengandalkan skema tersebut. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) belum menerima kembali pernyataan pendafataran rencana penerbitan saham baru dengan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) atau rights issue oleh PT Evergreen Invesco Tbk (GREN). Pasalnya, Evergreen Invesco telah batal menerbitkan rights issue tahun lalu.

"Sampai saat ini belum ada pernyataan pendaftaran untuk rights issue yang disampikan Evergreen Invesco ke OJK," ucap Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Nurhaida saat dihubungi CNNIndonesia.com, Jumat (20/1).

Dengan batalnya pernyataan pendaftaran rights issue Evergreen pada tahun lalu, maka emiten tersebut perlu mendaftar ulang untuk merealisasikan rencana penerbitan rights issue-nya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada akhir tahun lalu, OJK memang meminta revisi atas pernyataan pendaftaran yang diminta oleh Evergreen. Menurut Nurhaida, Evergreen hanya mencantumkan kata investor dalam proposal yang diberikan kepada OJK, tetapi tak menyebutkan siapa investor yang akan siap menyerap penerbitan saham baru tersebut.

Hal ini membuat target distribusi rights issue pada 22 Desember lalu batal. OJK nyatanya tak kunjung memberikan izin efektif terhadap penerbitan rights issue tersebut.

"Kalau ke depan ada rencana rights issue maka harus menyampaikan pernyataan pendaftaran yang baru," imbuh Nurhaida.

Sebelumnya, pihak Evergreen menyatakan bahwa Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera bertindak sebagai pembeli siaga dan menjadi calon pengendali baru perusahaan. Manuvernya, AJB Bumiputera akan bertindak sebagai pembeli siaga dan akan mengambil seluruh sisa rights issue melalui konversi utang menjadi modal.

Namun, OJK belum mendapatkan pernyataan tersebut secara resmi. Maka dari itu, OJK meminta agar Evergreen segera membalas pernyataan OJK untuk menjelaskan pembeli siaga tersebut.

"Publik kan harus tahu," imbuh dia beberapa waktu lalu.

Sekadar mengingatkan, penerbitan rights issue oleh Evergreen Invesco ini menggunakan skema backdoor listing, di mana AJB Bumiputera berencana melakukan restrukturisasi untuk memperbaiki kondisi keuangan agar dapat memiliki kemampuan yang cukup secara finansial untuk memenuhi kewajiban pada pemegang polis.

Awalnya, Evergreen berencana melepas saham baru dengan target sekitar Rp30 triliun, tetapi perusahaan mengubah targetnya menjadi Rp40 triliun. Namun, pada Desember ini perusahaan kembali mengubah target menjadi hanya Rp10 triliun.

Dihubungi terpisah, Pengelola Statuter AJB Bumiputera bidang SDM, Umum dan Komunikasi Adhi Massardi menjelaskan, pihaknya kini sudah tak bergantung dengan skema penambahan suntikan modal melalui rights issue yang diterbitkan oleh Evergreen Invesco. Kini, AJB Bumiputera telah memiliki jalan alternatif lain untuk menambah kas internalnya.

Cucu usaha AJB Bumiputera, PT Asuransi Jiwa Bersama (AJB) yang ditargetkan beroperasi pada pertengahan Februari ini akan dimanfaatkan induknya untuk menambah kas internal dengan melakukan skema profit sharing. Tim pengelola statuter memutuskan, untuk mewajibkan PT AJB memberikan profitnya sebesar 40 persen setiap tahun kepada AJB Bumiputera.

"Proyeksinya, tahun pertama PT AJB beroperasi ini bisa mendapatkan pendapatan sebesar Rp2,5 triliun, jadi 40 persen dari Rp2,5 triliun itu nantinya akan diserahkan ke AJB Bumiputera," ungkap Adhi.

Adhi menyatakan, seluruh operasional yang dibutuhkan PT AJB akan didukung oleh AJB Bumiputera seperti kantor atau cabang di seluruh Indonesia. Selain itu, AJB Bumiputera juga akan mendukung PT AJB melalui sumber daya manusia atau karyawan di AJB Bumiputera.

"Jadi, agen dan cabang nanti memakai AJB Bumiputera," imbuh Adhi.

Setelah cucu usaha ini beroperasi, pengajuan polis baru akan dialihkan ke cucu usahanya PT AJB. Sehingga, AJBB hanya akan menerima lanjutan pembayaran premi dari pemegang polis.

Terbelit Utang Klaim

Sebelumnya, Koordinator Pengelola Statuter Didi Achdijat menyebut, pendapatan premi hingga akhir tahun 2016 berjumlah Rp3,8 triliun. Sementara, jumlah klaim yang harus dibayarkan sebesar Rp5,3 triliun. Sehingga, AJBB defisit sebesar Rp1,5 triliun.

Selain itu, pengelola tim statuter juga memprediksi jumlah klaim yang harus dibayarkan pada 2017 hingga 2019 akan menjadi puncaknya karena banyaknya polis yang telah jatuh tempo dalam tiga tahun tersebut.

Menurut Didi, jumlah klaim pada 2017 sendiri ditaksir dapat mencapai Rp5 triliun. Namun, jumlah pendapatan premi merosot menjadi hanya Rp2,7 triliun. Kemudian, dua tahun selanjutnya, diperkirakan jumlah klaim masih berkisar Rp4 triliun hingga Rp5 triliun. Sementara, pendapatan premi juga tak menutupi jumlah klaim tersebut.

"Diperkirakan defisit sekitar Rp200 miliar per tahunnya, tapi setelah itu jumlah klaim akan jauh berkurang," ujarnya beberapa waktu lalu.

Tim pengelola statuter memprediksi, jumlah klaim akan habis pada tahun 2086 atau sekitar 70 tahun lagi. Namun sebelumnya, Didi sempat menyatakan, jika AJBB tak menambah nasabahnya dari posisi saat ini, maka kewajiban klaim yang harus dibayarkan kepada pemegang polis akan habis pada 2060. Adapun, cadangan dana yang dimiliki perusahaan sendiri tak lebih dari Rp12 triliun.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER