Jakarta, CNN Indonesia -- PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) (RNI) akan menerbitkan surat utang jangka menengah (Medium Term Notes/MTN) sebesar Rp865 miliar. Pembiayaan tersebut akan digunakan untuk membiayai modal kerja, penambahan kapasitas pabrik farmasi, serta ekspansi di sektor industri alat kesehatan.
Direktur Keuangan RNI, Yana Aditya mengatakan MTN akan diterbitkan pada paruh pertama 2017.Penerbitan MTN itu sendiri akan dilakukan oleh dua entitas perusahaan yaitu RNI sebagai perusahaan induk sebesar Rp665 miliar dan anak perusahaan RNI di bidang farmasi, PT Phapros Tbk, sebesar Rp200 miliar.
“Penerbitan surat utang di PT Phapros, Tbk bertujuan untuk peningkatan skala bisnis perusahaan khususnya di bidang farmasi dan alat kesehatan,” tutur Yana dalam keterangan tertulis, dikutip Jumat (20/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di samping untuk modal kerja,dana MTN RNI akan digunakan untuk ekspansi industri alat kesehatan seperti X-ray dan Oksigen Terapi.
Terkait belanja model (
capital expenditure/capex), tahun ini, RNI menganggarkan sebesar Rp1,1 triliun atau naik 286 persen dibanding tahun 2016. Belanja modal tersebut dipergunakan untuk pengembangan lini bisnis agro industri baik on farm maupun off farm dan industri farmasi.
Sementara, utang jangka menengan Phapros akan digunakan untuk membangun pabrik baru dan penambahan kapasitas pabrik Phapros, di Simongan, Semarang, Jawa Tengah. Pabrik Phapros yang lama mempunyai kapasitas produksi sebesar 2 miliar butir obat per tahun dengan utilisasi sudah di atas 80 persen ditingkatkan sehingga mendapatkan kapasitas maksimal, sambung Yana yang juga merupakan Komisaris Utama Phapros.
Lebih lanjut, Yana mengatakan, gencarnya RNI dalam pengembangan
core bisnis farmasi dan alkes tidak terlepas dari upaya mendukung program pemerintah dalam percepatan pengembangan industri farmasi dan alkes dalam negeri sesuai dengan Instruksi Presiden Republik Indonesia (Inpres) Nomor 6 Tahun 2016.
“Sebagai BUMN kami berharap mampu berkontribusi dalam meningkatkan produktivitas farmasi dan alkes nasional yang saat ini masih dikuasai produk import,” ujarnya.
Saat ini, kondisi industri alkes dalam negeri belum menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes), 94 persen pasar alkes domestik masih dikuasai produk import.
Padahal, berdasarkan data Kemenkes pada tahun 2015, nilai pasar industri alkes nasional mencapai Rp 12 triliun, namun tidak diimbangi oleh produktivitas alkes nasional, di mana hanya terdapat 6 persen izin edar alkes dalam negeri, 94 persen sisanya dikuasai alkes impor.
Perkembangan bisnis farmasi dan alkes RNI sendiri melalui PT Phapros terbilang moncer. Pada tahun 2016,penjualan Phapros mencapai sekitar Rp 810 miliar atau naik hingga 17 persen dibanding tahun 2015 yang sebesar Rp691 miliar.
Sementara, laba bersih tahun 2016 diprediksi mencapai Rp 100miliar atau naik sebesar 59 persen dibanding tahun 2015 yang sebesar Rp 63 miliar. Realisasi pencapaian ini jauh melampaui RKAP perusahaan 2016.