Tanpa Freeport, Bea Cukai Klaim Penerimaan Aman

Christine Novita Nababan | CNN Indonesia
Rabu, 22 Feb 2017 06:24 WIB
Lagipula, pemerintah telah mengasumsikan tidak ada kegiatan ekspor mineral dan batu bara dalam penerimaan bea keluar tahun ini.
Lagipula, pemerintah telah mengasumsikan tidak ada kegiatan ekspor mineral dan batu bara dalam penerimaan bea keluar tahun ini. (REUTERS/Stringer).
Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan Heru Pambudi mengklaim penerimaa bea keluar masih aman dan sesuai target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017, meskipun ekspor mineral PT Freeport Indonesia terganggu.

Ia menjelaskan, pemerintah telah mengasumsikan tidak ada kegiatan ekspor mineral dan batu bara dalam penerimaan bea keluar tahun ini.

"Asumsi dari bea keluar yang kami tetapkan tahun kemarin untuk target 2017 tanpa ada ekspor minerba. Misalnya, ekstrem tidak ada ekspor, maka tidak masalah," ujarnya, seperti dikutip Antara, Selasa (21/2).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Target penerimaan bea keluar dalam APBN 2017 sebesar Rp340 miliar. Freeport dan PT Amman Mineral Nusa Tenggara eks Newmont Nusa Tenggara adalah kontributor terbesar penerimaan bea keluar konsentrat tembaga.

Dalam dua tahun terakhir, Freeport Indonesia menyumbang Rp1,39 triliun pada 2015 dan Rp1,23 triliun pada 2016. Sementara, Amman Mineral Nusa Tenggara berkontribusi sebesar Rp1,309 triliun pada 2015 dan Rp1,25 triliun pada 2016.

Menurut Heru, DJBC akan terus memonitor perkembangan permasalahan yang terjadi di Freeport Indonesia. Ia menegaskan, DJBC hanya akan melayani pelaku usaha yang mempunyai surat persetujuan ekspor (SPE).

"Selama ada SPE akan kami layani. Sampai dengan sekarang, untuk Freeport kami belum menerima SPE," katanya.

Sebelumnya, Freeport Indonesia telah menghentikan produksi sejak 10 Februari 2017. Permasalahan tersebut bermula saat pemerintah menginginkan kendali yang lebih kuat atas kekayaan sumber daya mineral.

Pemerintah telah menyodorkan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sebagai pengganti Kontrak Karya (KK), namun Freeport keberatan dengan skema tersebut. Alasannya, pemegang IUPK diwajibkan untuk melakukan divestasi hingga 51 persen. Itu berarti, kendali perusahaan bukan lagi di tangan mereka.

Freeport juga berencana untuk menggugat pemerintah ke Arbitrase Internasional terkait KK. (bir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER