Jakarta, CNN Indonesia -- PT Bahana Securities menilai bank sentral Amerika Serikat (AS) bakal mulai mengerek suku bunga acuan pada semester II tahun ini. Momentum tersebut dianggap menjadi lampu kuning untuk menerbitkan surat utang global (global bond).
Ekonom Bahana Securities Fakhrul Fulvian mengatakan, setiap tahun pemerintah Indonesia selalu menerbitkan surat hutang di pasar global dalam denominasi asing.
Surat utang yang dirilis termasuk dalam dolar AS, euro maupun yen atau yang lebih sering disebut samurai bonds serta sukuk global, sebagai strategi untuk diversifikasi hutang luar negeri demi membiayai anggaran negara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada tahun ini, dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), pemerintah juga berencana kembali menerbitkan global bonds dan sukuk meski untuk besaran dan denominasinya masih belum diputuskan oleh pemerintah.
"Di tengah-tengah pemulihan ekonomi global yang sedang terjadi, kita tidak bisa menutup mata bahwa masih ada sejumlah risiko ketidakpastian di pasar global, mulai dari kebijakan presiden terpilih AS Donald Trump, rencana kenaikan suku bunga The Fed, geopolitik yang akan terjadi di Eropa serta kondisi perekonomian Yunani," jelasnya, Kamis (22/2).
Ia menilai, tentunya semua hal ini bakal mempengaruhi respon pasar dalam menyerap surat hutang yang nantinya akan diterbitkan oleh pemerintah Indonesia.
Mencari momentum waktu yang pas menjadi kunci utama suksesnya penerbitan global bonds tersebut, memang bukan hal yang mudah bagi pemerintah untuk menentukan kapan saat yang pas untuk masuk ke pasar.
"Menurut Bahana Securities akan lebih aman kalau pemerintah menerbitkan global bonds pada kuartal dua tahun ini. Pasalnya Bahana memperkirakan sentimen kenaikan suku bunga The Fed akan besar pada paruh kedua tahun 2017," katanya.
Fakhrul menilai, pertengahan tahun atau dua hingga tiga bulan ke depan bakal menjadi saat yang kondusif untuk masuk ke pasar karena fundamental ekonomi Indonesia terus membaik, sehingga sovereign rating Indonesia terus turun.
''Saat perekonomian global pulih, kita tidak bisa berharap yield yang ditawarkan akan lebih rendah dari tahun lalu,'' tambah Fakhrul.
(gir/gen)