Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Indonesia (BI) mencatat, cadangan devisa mencapai US$119,9 miliar per Februari 2016, posisi tertinggi sejak September 2011. Ekonom menilai capaian tersebut mampu melawan risiko dari pasar global.
Ekonom Mandiri Sekuritas Leo Rinaldy mengatakan, kenaikan posisi devisa tersebut disebabkan produksi migas yang naik, pencairan utang luar negeri, dan penerbitan surat utang denominasi valas oleh Bank Indonesia.
Secara keseluruhan, BI menyatakan posisi aset devisa masih cukup untuk menutup biaya impor 8,9 bulan atau 8,5 bulan impor dan pelunasan utang pemerintah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami meyakini kenaikan berkelanjutan posisi devisa Indonesia mengindikasikan dua poin utama. Pertama, kondisi net ekspor masih tetap solid terutama didorong oleh ekspor migas," jelasnya dalam riset, Rabu (8/3).
Kedua, lanjutnya, stabilitas rupiah sepanjang bulan lalu terutama disebabkan oleh mekanisme pasar, yang hanya sedikit terpengaruh oleh intervensi BI.
"Secara keseluruhan, kami menilai bahwa cadangan devisa dapat melawan kondisi risiko dari eksternal (
external headwinds) ke depannya," kata Leo.
Alasannya, level cadangan devisa sudah lebih dari kebutuhan minimum impor 3 bulan dan dapat menutup kebutuhan minimal impor dan larinya dana asing secara tiba-tiba (sudden FX reversal) sekitar US$90 miliar.
"Lebih lanjut cadangan valas dapat naik jika memasukkan perjanjian swap Indonesia dengan beberapa negara senilai total US$83,1 miliar," katanya.
Sementara, riset Samuel Sekuritas menyatakan, rupiah berhasil stabil di tengah penguatan indeks dolar. Mayoritas kurs di Asia juga relatif kuat terhadap dolar ASpada perdagangan Selasa kemarin.
"Sentimen positif datang dari kenaikan cadangan devisa serta perbaikan outlook peringkat utang dari Japan Credit Rating Agency Ltd," jelas riset.
Penguatan dolar diperkirakan masih akan menekan rupiah, tetapi sentimen positif di pasar Surat Utang Negara (SUN) yang terus muncul serta cadangan devisa yang naik, bisa menjaga kestabilan rupiah.
(gir/gen)