Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berharap kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat (FFR) tak lebih dari 25 basis poin. Hal itu untuk mencegah terjadinya gejolak pasar yang berlebihan.
"Kalau FFR naik di luar perkiraan, lebih dari 25 basis poin, pasar pasti goyang itu," tutur Scenaider Clasein. H. Siahaan, Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan Kemenkeu, Rabu (15/3).
Scenaider mengungkapkan, pelaku pasar telah mengantisipasi kenaikan FFR pada rapat Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) bulan ini sebesar 25 basis poin. Artinya, dari kisaran 0,5 - 0,75 persen menjadi 0,75 - 1 persen. Jika kenaikan sesuai ekspektasi, pasar tidak akan kaget.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk mengantisipasi kebijakan moneter AS yang lebih agresif ke depan, Kemenkeu telah mengantisipasi dengan merencanakan penerbitan surat utang global tahun ini sebelum paruh pertama tahun ini berakhir.
Selain itu, kata Scenaider, pemerintah juga mempertimbangkan untuk menambah sumber pembiayaan non-obligasi berupa pinjaman dari negara atau lembaga internasional jika penerbitan obligasi negara terlalu mahal.
 Scenaider Clasein. H. Siahaan, Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan Kemenkeu. (CNN Indonesia/Agust Supriadi) |
Sebagai informasi, untuk pembiayaan tahun 2017, pemerintah bakal menerbitkan empat jenis Surat Berharga Negara (SBN) berdenominasi valas dengan senilai total 25 persen dari target penerbitan Surat Berharga Negara Bruto yaitu di kisaran Rp149,25 triliun.
Pada akhir tahun lalu, pemerintah telah menerbitkan obligasi global sebesar US$3,5 miliar atau setara dengan 47 triliun sebagai bagian dari strategi pembiayaan di awal (
pre-funding). Selanjutnya, pemerintah akan menerbitkan obligasi global syariah (sukuk global) berdenominasi dolar AS, obligasi dalam denominasi euro, dan obligasi dalam denominasi yen (samurai
bond).
Adapun total utang baru yang akan ditarik tahun ini rencananya mencapai Rp384,69 triliun yang terdiri dari SBN neto sebesar Rp399,9 triliun dan pinjaman neto sebesar minus Rp15,30 triliun.