Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Joko Widodo menginstruksikan para menteri untuk bekerja keras mengedukasi konsumen Indonesia. Jokowi mengeluhkan rendahnya tingkat konsumen memperjuangkan haknya.
Dalam rapat terbatas, Jokowi menuturkan banyak kejadian yang membahayakan konsumen seperti vaksin palsu, makanan kadaluarsa, malapraktik, hingga pembobolan kartu kredit dalam transaksi e-commerce.
"Edukasi dan perlindungan harus jadi perhatian. Karena selama ini banyak kasus yang merugikan dan membahayakan konsumen," kata Jokowi saat memimpin rapat terbatas perlindungan konsumen di Kantor Presiden, Selasa (21/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Masyarakat Indonesia, kata Jokowi, baru sampai tahap memahami haknya sebagai konsumen. Hal itu terlihat dari rendahnya tingkat indeks keyakinan konsumen (IKK) tahun lalu yakni 30,86 persen. Padahal, IKK Eropa sudah mencapai 51,31 persen.
Tak hanya itu, tingkat pengaduan konsumen juga sangat rendah. Dari setiap satu juta penduduk Indonesia hanya 4,1 persen yang menggunakan hak pengaduan konsumen. Angka ini jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan Korea Selatan, 64 persen dan satu juta penduduk sudah menggunakan hak mengadu.
Edukasi diperlukan guna menjadikan konsumen lebih cerdas dan bijaksana. Sebab, konsumsi masyarakat dalam lima tahun terakhir memberikan kontribusi kira-kira 55,94 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
"Agar tak terjebak konsumerisme dan mampu mengonsumsi yang bersifat jangka panjang," tutur mantan Gubernur DKI Jakarta ini.
Edukasi, kata Jokowi, harus sejalan dengan pengawasan negara terhadap produsen. Berdasarkan data yang diperoleh, tingkat kepatuhan produsen terhadap standar nasional Indonesia (SNI) hanya 42 persen dari keseluruhan barang yang beredar di pasaran.
Sehingga, Jokowi meminta lembaga perlindungan konsumen juga benar-benar bekerja. Sebab, hanya 22,2 persen konsumen Indonesia yang mengenal dan mengetahui fungsi lembaga perlindungan konsumen.