Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Dunia memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,02 persen di 2016 akan meningkat menjadi 5,2 persen sepanjang 2017. Prediksi tersebut ditopang oleh meningkatnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga, pemulihan harga sejumlah komoditas, dan meningkatnya belanja pemerintah.
Kepala Perwakilan Bank Dunia di Indonesia, Rodrigo Chaves menjelaskan, pertumbuhan konsumsi rumah tangga akan terjadi karena adanya sentimen positif dari kestabilan nilai tukar rupiah yang berdampak pada peningkatan kepercayaan dan daya beli konsumen atau masyarakat.
"Sementara, upah riil yang lebih tinggi dan angka pengangguran yang terus menurun memberi dukungan bagi peningkatan daya beli konsumen," ujar Chaves, Rabu (22/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian, sentimen dari perbaikan ekonomi global akan terasa dari sisi perbaikan harga sejumlah komoditas, yang selanjutnya akan menyeret surplus neraca perdagangan dengan meningkatnya nilai dan volume ekspor. Hal ini, sambung Chaves, secara bersamaan juga menarik pertumbuhan investasi swasta.
Peningkatan ekspor dan investasi swasta tersebut dipercaya akan membuat sektor fiskal mendapatkan sokongan tambahan sehingga belanja pemerintah lebih terfokus dan meningkat.
Di saat yang bersamaan, pemerintah menciptakan sentimen internal, yakni melalui pelonggaran kebijakan moneter dan reformasi ekonomi. Salah satunya dengan membuat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017 menjadi lebih realistis sehingga turut menarik investor.
"Belanja pemerintah maupun ekspor kemungkinan akan pulih dari kontraksi yang dialami di tahun 2016," imbuh Chaves.
Dengan sejumlah sentimen tersebut, Bank Dunia memperkirakan, target pertumbuhan ekonomi pemerintah sebesar 5,1 persen akan terlampau. Namun, Bank Dunia melihat bahwa pertumbuhan ekonomi jauh lebih menggeliat pada jangka menengah.
Momok InflasiMeski meramal pertumbuhan ekonomi akan meningkat, Bank Dunia melihat pengendalian laju inflasi akan menjadi momok bagi pemerintah Indonesia. Pasalnya, Bank Dunia memprediksi, laju inflasi di 2017 akan meningkat bila dibandingkan 2016 lalu.
Sepanjang tahun lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat laju inflasi sebesar 3,02 persen. Pemerintah sendiri membidik inflasi dapat terjaga tidak lebih dari empat persen. Namun, sebaliknya, Bank Dunia melihat bahwa inflasi di 2017 bisa menyentuh kisaran 4,3 persen.
"Akan melonjak menjadi 4,3 persen pada tahun 2017 karena adanya kenaikan tarif listrik dan pajak kendaraan bermotor. Namun, inflasi diproyeksikan akan menurun pada 2018 oleh karena hilangnya efek kenaikan harga," jelas Chaves.
Kemudian, selain inflasi, meski pertumbuhan ekonomi dan belanja pemerintah membaik, namu diperkirakan pembengkakan defisit fiskal akan terjadi. Angkanya dari defisit 2,5 persen Produk Domestik Bruto (PDB) di 2016 menjadi defisit 2,6 persen dari PDB di tahun ini.
"Defisit fiskal diproyeksikan akan meningkat oleh karena meningkatnya investasi infrastruktur publik," paparnya.
Untuk menghindari pembengkakan defisit, tentu saja Bank Dunia melihat bahwa pemerintah harus berupaya keras mengimbangi penerimaan, investasi, dan dividen dari reformasi kebijakan administrasi serta perpajakan.