ANALISIS

Mencermati Emiten Properti Setelah Lesu di Tahun Lalu

CNN Indonesia
Jumat, 31 Mar 2017 12:35 WIB
Saham sektor properti dirundung awan mendung. Mayoritas emiten properti terbesar di Bursa Efek Indonesia (BEI) masih mengalami penurunan laba bersih.
Saham sektor properti dirundung awan mendung. Mayoritas emiten properti terbesar di Bursa Efek Indonesia (BEI) masih mengalami penurunan laba bersih. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kinerja emiten sektor properti sepanjang 2016 belum dapat dikatakan membaik dari pencapaian 2015. Pasalnya, mayoritas dari emiten properti terbesar di Bursa Efek Indonesia (BEI) mengalami penurunan laba bersih.

PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) menjadi emiten dengan penurunan laba bersih paling signifikan. Tercatat, laba perusahaan anjlok 63,55 persen dari Rp855,18 miliar menjadi Rp311,66 miliar.

Analis BNI Securities Maxi Liesyaputra menuturkan, buruknya kinerja Summarecon Agung sepanjang tahun lalu karena beban bunga perusahaan yang meningkat menjadi Rp576,4 miliar dari sebelumnya Rp486,36 miliar.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Summarecon Agung memiliki beban bunga yang tinggi, jadi 2016 kurang baik. Tahun ini sepertinya kinerjanya stagnan," kata Maxi kepada CNNIndonesia.com, Kamis (30/3).

Menimbang Emiten Properti Setelah Lesu di Tahun LaluIlustrasi kinerja emiten properti terbesar di pasar saham. (CNN Indonesia/Astari Kusumawardhani)
Pantas saja, karena jika dilihat pendapatan perusahaan tidak turun terlalu tinggi atau tipis yakni, 4,09 persen menjadi Rp5,39 triliun dari sebelumnya Rp5,62 triliun.

Selanjutnya, kinerja buruk emiten properti juga terlihat dari turunnya laba bersih PT Ciputra Development Tbk (CTRA) yang tembus 30 persen. Sepanjang tahun 2016, perusahaan hanya mampu meraup laba bersih sebesar Rp867,63 miliar, atau turun 32,41 persen dari sebelumnya yang mencapai Rp1,28 triliun.

Penurunan ini juga didukung oleh turunnya pendapatan Ciputra Development sebesar 10,38 persen dari Rp7,51 triliun menjadi Rp6,73 triliun.

Sementara itu, PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) mengalami penurunan laba bersih sebesar 15,96 persen. Perusahaan hanya meraup laba bersih sebesar Rp1,79 triliun, sedangkan tahun 2015 dapat mencapai Rp2,13 triliun.

Namun sebenarnya, pendapatan perusahaan tumbuh tipis 5,16 persen menjadi Rp6,52 triliun dari sebelumnya Rp6,2 triliun. Menurut Maxi, penurunan laba bersih disebabkan perusahaan perlu melunasi obligasi sebesar Rp143,31 miliar.

Adapun, dua emiten properti terbesar berhasil meningkatkan kinerjanya dari sisi pendapatan dan laba bersih. PT Pakuwon Jati Tbk (PWON) bahkan mampu menumbuhkan laba bersihnya sebesar 32,53 persen menjadi Rp1,67 triliun dari sebelumnya Rp1,26 triliun.

Tak heran, pertumbuhan itu didorong oleh pendapatan perusahaan yang naik 4,76 persen menjadi Rp4,84 triliun dari posisi sebelumnya Rp4,62 triliun.

Menimbang Emiten Properti Setelah Lesu di Tahun LaluIlustrasi pameran properti. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Maxi menyebut, Pakuwon Jati memiliki portofolio properti yang cukup baik untuk menopang pendapatan perusahaan khususnya dari pendapatan berulang (recurring income).

"Pakuwon Jati memiliki manajemen yang bagus, ada pendapatan recurring income dan penjualan lancar. Misalnya mall di Kota Kasablanka dan Gandaria City. Jadi, perusahaan cukup tangguh ditengah bisnis properti yang masih stagnan ini," terang Maxi.

Kemudian, PT Metropolitan Kentjana Tbk (MKPI) juga membukukan kinerja yang cukup baik tahun lalu dengan peningkatan laba bersih sebesar 34,81 persen dari Rp889,62 miliar menjadi Rp1,19 triliun.

Sementara itu, dari sisi pendapatan perusahaan mampu meraup Rp2,56 triliun. Angka itu naik 22,48 persen dari sebelumnya Rp2,09 triliun.

"Meski fundamental cukup baik, tapi sahamnya tidak banyak ditransaksikan. Hari ini saja (30/3) hanya Rp2,2 miliar," jelas Maxi.

Prospek Saham Properti Tahun Ini

Secara keseluruhan, Maxi menilai, kinerja emiten properti masih stagnan karena pasar sendiri masih menahan belanja propertinya, khususnya properti dengan segmen kelas menengah ke atas.

"Jadi kebanyakan yang terjual properti dengan harga di bawah Rp2 miliar," imbuhnya.

Untuk itu, BNI Securities tidak merekomendasikan beli dan hanya menempatkan posisi netral pada emiten properti sepanjang tahun ini. Namun, hal ini tidak berlaku bagi Bumi Serpong Damai.

"Bumi Serpong Damai banyak rilis proyek baru, lalu kota kawasan mandirinya menarik bagi pasar," jelas Maxi.

Menimbang Emiten Properti Setelah Lesu di Tahun LaluIlustrasi perdagangan saham. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Ia menerangkan, perusahaan properti dengan produk kelas menengah dan menengah ke bawah masih akan menjadi incaran untuk tahun ini. Dengan demikian, bagi pengembang yang menjual produk properti untuk kelas menengah ke atas, atau hanya sekadar diperuntukan sebagai investasi kemungkinan besar tidak laris.

"Kalau golongan menengah membeli properti untuk digunakan, jadi permintaan relatif stabil," tutur Maxi.

Di sisi lain, analis Danareksa Lucky Bayu Purnomo tetap memberikan rekomendasi buy untuk Bumi Serpong Damai, Pakuwon Jati dan Ciputra Development. Namun, ia menempatkan Metropolitan Kentjana pada peringkat terakhir dan hanya dijadikan sebagai alternatif pembelian bagi pelaku pasar.

Alasannya, saham Pakuwon Jati, Ciputra Development, dan Bumi Serpong Damai termasuk sebagai saham yang likuid. Selain itu, ketiganya memiliki bank tanah (land bank) yang cukup besar, sehingga mampu bersaing dengan industri properti secara umum.

"Tingkat likuiditas saham Pakuwon Jati, Ciputra Development, dan Bumi Serpong Damai cukup besar pada sektor properti," tandas Lucky.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER