Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menegaskan, kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk daging sapi, gula pasir, dan minyak goreng masih akan berlaku hingga melewati Hari Raya Idul Fitri yang jatuh pada akhir Juni mendatang. Pemerintah sendiri rencananya baru akan melakukan evaluasi terhadap HET pada September mendatang.
Penegasan Enggar tersebut menanggapi adanya kekurangan stok pada beberapa toko ritel modern akibat permintaan yang tinggi dari konsumen. Tingginya permintaan tersebut disebabkan adanya anggapan harga yang dikenakan toko ritel pada tiga komoditas pangan tersebut hanya bersifat promosi.
Adapun saat ini, HET daging sapi ditetapkan sebesar Rp80.000 per kilogram (kg), gula pasir sebesar Rp12.500 per kg, dan minyak goreng sebesar Rp11.000 per kg.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mereka (masyarakat) khawatir ini hanya promosi dan berlaku musiman. Kami hanya ingin menegaskan kebijakan ini berjalan, dan akan kami evaluasi September. Jadi, harga ini sampai dengan Lebaran akan berjalan dengan harga yang ada," ujar Enggar di Kementerian Perdagangan, Senin (17/4).
Enggar pun mengaku, pemerintah melalui Badan Urusan Logistik (Bulog) dan sejumlah perusahaan minyak goreng juga telah siap menggelontorkan stok bahan pangan ke pasar jika terjadi kekurangan stok. Hal tersebut dilakukan guna menjaga harga tetap sesuai ketentuan.
Saat ini, Kementerian Perdagangan pun telah mendapatkan komitmen dari 14 petinggi perusahaan kelapa Sawit di Indonesia yang hadir dalam pertemuan dengannya hari ini. "Dengan kondisi seperti ini kami tidak khawatir karena stoknya besar," ujarnya.
Enggar menekankan, peritel harus sepakat dengan HET untuk produk gula yang akan mereka jual. Pasalnya, besaran HET tersebut masih memberikan keuntungan bagi para peritel.
Selain gula pasir, menurut Enggar, pihaknya juga mematok HET untuk minyak goreng kemasan sebesar Rp 11.000/liter. Namun, khusus untuk minyak goreng jenis premium, pemerintah mengaku tidak akan mengatur batasan harga.
Untuk itu, menurut dia, jika ada peritel modern maupun distributor yang tidak menaati besaran HET yang diatur pemerintah, maka otomatis akan dikenakan sanksi seperti dianggap sebagai pelaku kartel.
"Ada satu toko yang menjual gula dengan kemasan
sophisticated (canggih), tapi harganya tinggi, saya minta itu tidak boleh dijual dulu. Silakan saja dijual tapi harganya Rp12.500, kalau mau bikin kemasan yang canggih nanti saja lah tunggu tahun-tahun ke depan, karena rakyat memerlukan gula bukan memerlukan
packaging-nya (kemasan)," ucap Enggar.