Surplus Dagang Indonesia US$3,92 Miliar, Tertinggi Sejak 2012

CNN Indonesia
Senin, 17 Apr 2017 13:40 WIB
Surplus neraca perdagangan pada kuartal I 2017 tercatat sebesar US$3,92 miliar, didorong oleh ekspor sebesar US$40,6 miliar dan impor sebesar US$36,68 miliar
Surplus neraca perdagangan pada kuartal I 2017 tercatat sebesar US$3,92 miliar, didorong oleh ekspor sebesar US$40,6 miliar dan impor sebesar US$36,68 miliar. (CNN Indonesia/Djonet Sugiarto)
Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, neraca perdagangan Indonesia sepanjang kuartal pertama tahun ini mencatatkan surplus sebesar US$3,92 miliar. Angka tersebut melesat 137,6 persen dibandingkan surplus pada periode yang sama tahun lalu (year on year/yoy) sebesar US$1,65 miliar.

Peningkatan surplus terutama didorong oleh ekspor pada kuartal pertama tahun ini yang naik 20,83 persen dari US$33,6 miliar pada kuartal pertama tahun lalu menjadi US$40,6 miliar. Ekspor tersebut terutama ditopang oleh ekspor industri pengolahan dan peningkatan harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) pada sepanjang tiga bulan pertama tahun ini.

Disisi lain, total impor di kuartal pertama tahun ini  juga naik, kendati sedikit lebih rendah yakni sebesar 14,84 persen menjadi US$36,68 miliar.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ini yang tertinggi sejak Januari-Maret 2012. Kami berharap peningkatan surplus ini juga berimbas ke peningkatan pertumbuhan ekonomi," ujar Kepala BPS Suhariyanto di Kantor BPS, Senin (17/4).

Adapun khusus pada Maret 2017, surplus neraca perdagangaan tercatat sebesar US$1,23 miliar. Surplus tersebut turun, dibandingkan surplus pada Januari dan Februari yang masing-masing tercatat sebesar US$1,4 miliar dan US$ 1,32 miliar. Namun, surplus tersebut meningkat drastis jika dibanding Maret tahun lalu yang hanya sebesar US$508,3 juta.

"Neraca volume perdagangan (Maret) mengalami surplus 33,92 juta ton. Hal ini didorong oleh surplus neraca sektor non-migas 34,61 juta ton. Namun, neraca volume perdagangan sektor migas defisit 0,69 juta ton," ujar Ketjuk, sapaan akrabnya di Kantor BPS, Senin (17/4).

Pada Maret 2017, ekspor tercatat sebesar US$14,59 miliar atau meningkat 15,68 persen dibandingkan Februari 2017 yang hanya sekitar US$12,62 miliar. Capaian ekspor tersebut, menurut BPS, tertinggi secara bulanan sejak Januari 2015.

Peningkatan ekspor tersebut didorong ekspor minyak dan gas (migas) yang naik 23,56 persen dibanding bulan sebelumnya menjadi US$1,48 miliar. Kenaikan tersebut seiring kenaikan harga minyak mentah dan gasm masing-masing sebesar 3,9 persen dan 2,8 persen. Sementara itu, ekspor non-migas tercatat naik 14,86 persen menjadi US$13,11 miliar ditopang peningkatan volume ekspor, khususnya pada bahan bakar mineral ke India dan ekspor bijih besi ke Filipina.

BPS pun mencatat, terjadinya peningkatan harga pada komoditas batubara, timah, dan aluminium. Sementara itu, komoditas lainnya, seperti minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO), minyak kernel, dan karet mencatatkan penurunan harga.

Sementara itu, pangsa pasar ekspor Indonesia masih didomonasi oleh ekspor ke China masih sebesar 12,79 persen atau mencapai US$4,69 miliar, Amerika Serikat 11,7 persen atau US$4,29 miliar, dan India 9,29 persen atau US$3,41 miliar. Adapun ekspor Indonesia ke Asean mencapai 20,78 persen atau US$7,62 miliar dan Uni Eropa 11,21 persen atau US$4,11 miliar.

Disisi lain, total impor pada Maret 2017, tercatat sebesar US$13,36 miliar, naik sebesar 17,65 persen dibandingkan Februari 2017 US$11,35 miliar atau naik 18,19 persen (yoy). Peningkatan didorong oleh impor non migas dari sisi nilai, seiring peningkatan impor mesin dan pesawat mekanik serta mesin dan peralatan mekanik. Adapun peningkatan juga terjadi pada impor gas sebesar 13,26 persen. Namun, impor minyak mentah turun 8,6 persen sehingga membuat keseluruhan impor migas tercatat

"Seperti halnya ekspor, nilai impor Maret 2017 merupakan yang tertinggi sejak Januari 2015. Jadi, untuk Maret ini, baik ekspor dan impor keduanya tertinggi sejak Januari 2015," terangnya.

Berdasarkan komposisinya, impor terbesar masih berasal dari bahan baku/penolong yang tumbuh 18,05 persen menjadi US$27,74 miliar. Disusul oleh barang modal yang tumbuh 6,52 persen menjadi US$5,83 miliar, dan barang konsumsi yang meningkat 4,75 persen menjadi US$3,31 miliar. Dengan begitu, porsi impor bahan baku/ penolong tercatat sebesar 75,62 persen, barang modal 15,35 persen, dan barang konsumsi 9,03 persen.

Sementara itu, dari sisi negara impor, tercatat sebanyak 25,75 persen berasal dari China dengan nilai US$7,75 miliar, 11,34 persen dari Jepang US3,42 miliar, dan 7,15 persen dari Thailand US$2,15 miliar. Adapun dari segi kawasan, impor dari negara kawasan Asia Tenggara (ASEAN) mencapai 20,87 persen atau US$6,29 miliar dan Uni Eropa sebesar 9,45 persen atau US$2,84 miliar.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER