Mendag Berencana Bikin Standar Sertifikat Minyak Sawit

CNN Indonesia
Senin, 17 Apr 2017 17:25 WIB
Wacana tersebut menyusul tudingan parlemen Uni Eropa yang memvonis industri sawit RI menciptakan masalah deforestasi dan korupsi.
Ancaman tersebut menyusul rencana parlemen Uni Eropa melakukan resolusi sawit karena dianggap menciptakan masalah deforestasi dan korupsi. (ANTARA FOTO/Y.T Haryono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengisyaratkan memberlakukan sertifikat standar untuk minyak nabati terhadap perdagangan internasional. Ancaman tersebut menyusul rencana parlemen Uni Eropa melakukan resolusi sawit dan pelarangan biodiesel berbasis sawit karena dianggap menciptakan masalah deforestasi, korupsi, pekerja anak dibawah umur, hingga pelanggaran HAM.

Enggar mengaku, telah melayangkan surat kepada Uni Eropa, namun belum ada balasan hingga saat ini. Tak cuma itu, ia juga mengklaim, menyampaikan secara lisan dalam pertemuan di Manila, Filipina. Ia menyebutkan bahwa pemerintah keberatan atas tuduhan tersebut.

"Untuk syarat perdagangan kayu internasional sudah disepakati dengan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK). Indonesia punya itu semua, bahkan untuk sawit. Nanti, akan kami minta sertifikat semacam itu karena persyaratannya Indonesia juga punya," ujar Enggar, Senin (17/3).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut dia, saat ini, pemerintah masih membutuhkan kajian ilmiah untuk kelengkapan materi yang akan diolah, termasuk didalamnya kredit dampak karbon dari sawit.

Ia menilai, tuduhan parlemen Uni Eropa mengganggu perjanjian perdagangan kedua pihak. "Kalau hal itu memang terjadi, berarti tantangan perang dagang, dan bukan Indonesai yang memulai," tegas Enggar.

Pemerintah menilai Resolusi Parlemen Eropa tentang "Palm Oil and Deforestation of Rainforests" yang disahkan lewat pemungutan suara pada sesi pleno di Strasbourg, 4 April 2017 lalu, mencerminkan tindakan diskriminatif terhadap usaha minyak kelapa sawit.

"Tindakan diskriminatif ini berlawanan dengan posisi Uni Eropa sebagai 'champion of open, rules based free, and fair trade'," tulis Kementerian Luar Negeri menanggapi Resolusi Parlemen Eropa tentang minyak sawit.

Resolusi Parlemen Eropa disebut-sebut menggunakan data dan informasi yang tidak akurat dan akuntabel terkait perkembangan minyak kelapa sawit dan manajemen kehutanan di negara-negara produsen minyak sawit, termasuk Indonesia.

Resolusi itu juga melalaikan pendekatan "multistakeholders". Pemerintah Indonesia bahkan menekankan bahwa penanaman minyak sawit bukanlah penyebab utama kebotakan hutan atau deforestasi.

Berdasarkan kajian Komisi Eropa pada 2013, dari total 239 juta hektare lahan yang mengalami deforestasi secara global dalam kurun waktu 20 tahun. Di antaranya, 58 juta ha terdeforestasi akibat sektor peternakan (livestock grazing), 13 juta ha akibat penanaman kedelai, 8 juta ha dari jagung, dan enam juta ha dari minyak sawit.

Dengan kata lain, total minyak sawit dunia hanya berkontribusi kurang lebih sebesar 2,5 persen terhadap deforestasi global.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER