Jakarta, CNN Indonesia -- Menjelang bulan Ramadhan, investor saham mulai memburu saham emiten pada sektor barang dan konsumsi. Hal ini membuat indeks sektor barang dan konsumsi tercatat positif dalam dua pekan berturut-turut.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), pada pekan lalu, indeks sektor barang dan konsumsi berakhir di level 2.494,685 atau meningkat 0,45 persen dibanding pekan sebelumnya. Penguatan tersebut, lebih rendah dibanding pekan sebelumnya yang sempat naik 2,05 persen ke level 2.483,574.
Secara historis, beberapa emiten berbasis barang dan konsumsi memang biasanya mengalami peningkatan dari segi penjualan menjelang bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri. Pasalnya, pada bulan-bulan tersebut, tingkat belanja masyarakat akan bertambah jika dibandingkan dengan bulan-bulan sebelumnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sektor barang dan konsumsi memang biasanya naik. Peningkatan pasti ganda (dua kali lipat) dibandingkan dengan bulan-bulan sebelumnya," ujar Kepala Riset First Asia Capital, David Sutyanto kepada CNNIndonesia.com, Jumat (12/5).
Kondisi tersebut tentunya akan mendorong performa kinerja emiten di sektor barang dan konsumsi. Untuk itu, mayoritas pelaku pasar optimis kinerja emiten di sektor tersebut akan lebih baik pada kuartal kedua ini, dibandingkan dengan kuartal sebelumnya atau periode yang sama tahun lalu.
Kendati kinerja penjualan diperkirakan naik dua kali lipat, laba bersih emiten pada sektor tersebut diperkirakan tidak akan naik sesignifikan penjualan. Pasalnya, beban perusahaan diperkirakan juga akan meningkat.
"Untuk kinerja keseluruhan tidak dua kali lipat juga, tetapi ada peningkatan," imbuh David.
Dengan sentimen positif tersebut, pelaku pasar pun diperkirakan akan memburu saham emiten barang dan konsumsi selama dua minggu berturut-turut. Beberapa saham emiten yang berhasil menarik pelaku pasar, diantaranya PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR), PT Gudang Garam Tbk (GGRM), dan PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk (RALS).
Terpantau, harga saham Gudang Garam naik signifikan pada sepanjang pekan lalu hingga 5,57 persen. Sementara, saham Ramayana Lestari meningkat 4,18 persen dan Unilever Indonesia menanjak 1,73 persen.
Namun, David memperkirakan, kinerja harga saham emiten konsumen akan lebih meroket jika dibandingkan dengan emiten ritel seperti PT Matahari Department Store Tbk (LPPF) dan Ramayana Lestari. Pasalnya, kinerja keuangan emiten ritel yang tercatat tidak terlalu baik pada kuartal I 2017.
Matahari, misalnya, mencatatkan pendapatan yang turun 0,53 persen dibanding periode yang sama tahun lalu
(year on year/yoy) menjadi Rp1,85 triliun. Untungnya, laba bersih perusahaan masih tumbuh 0,18 persen menjadi Rp244,17 miliar.
Penurunan penjualan juga dicatatkan Ramayana Lestari pada kuartal pertama tahun ini sebesar 2,43 persen (yoy) menjadi Rp934,23 miliar. Hal ini mendorong laba tahun berjalan perusahaan turun signifikan hingga 65,83 persen menjadi hanya Rp2,87 miliar dibandingkan dengan kuartal I tahun 2016 sebesar Rp8,4 miliar.
"Harusnya sih emiten
department store yang naik, tapi tahun ini kuartal I
department store turun banget," ungkap David.
Sementara itu, analis NH Korindo Securities Bima Setiaji berpendapat, pergerakan indeks sektor barang dan kosumsi juga didorong oleh indeks keyakinan konsumen Indonesia pada bulan April yang mencapai 123,7 poin, atau tertinggi sejak 2012.
"Dengan keyakinan konsumen yang tinggi, serta memasuki bulan Ramadhan dan Lebaran maka ada potensi konsumsi pangan dan sandang akan meningkat," ucap Bima.
Dia pun memperkirakan beberapa emiten konsumen akan diuntungkan dengan momentum ini. Hingga momen Lebaran datang, Bima menyebut beberapa harga saham emiten konsumen, seperti PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF), PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP), dan PT Mayora Indah Tbk (MYOR) akan bergerak positif.