Jakarta, CNN Indonesia -- Perebutan kursi orang nomor satu di lembaga pengatur dan pengawas sektor jasa keuangan di Indonesia akan berakhir hari ini, Kamis (8/6). Tepatnya, setelah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyelesaikan uji kelayakan dan kepatutan
(fit and proper test) terhadap 14 calon Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (DK OJK).
Bersamaan dengan penetapan OJK-1, DPR juga akan mengumumkan enam orang lainnya untuk menjabat sebagai DK OJK Periode 2017-2022. Selanjutnya, tujuh orang yang direstui DPR akan dikembalikan ke Presiden Jokowi untuk diangkat, paling lambat pada 18 Juli 2017 dan dilantik oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada 20 Juli 2017 mendatang.
Dalam pertarungan OJK-1, nama Wimboh Santoso boleh jadi paling disorot. Sebab, kekuatan Wimboh diprediksi mampu mengantarkannya menduduki kursi yang saat ini masih diduduki Muliaman D. Hadad, Ketua DK OJK Periode 2012-2017. Bahkan, Wimboh disebut sebagai jawaban dari tantangan yang akan dihadapi OJK dalam lima tahun ke depan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ekonom Yanuar Rizky melihat, tantangan besar bagi OJK sebenarnya belum membayangi kepengurusan periode saat ini, yang dipimpin oleh Muliaman. Sebab, pada periode pertama, OJK masih dapat pemakluman 'adaptasi' atas pengaturan, pengawasan hingga pengembangan sektor keuangan di Tanah Air.
Namun, tantangan besar rupanya sudah siap menghantui OJK periode kedua. Mungkin, istilah 'lebih sulit mengembangkan daripada memulai' cocok disampaikan kepada para DK OJK periode kedua yang terpilih nanti. Tapi, latar belakang Wimboh diperkirakan cukup mampu menjawab tantangan ini.
 Wimboh Santoso. (CNN Indonesia/Dinda Audriene Muthmainah) |
Setidaknya, ada tiga hal yang membuat Wimboh lebih memiliki peluang jadi OJK-1, ketimbang rivalnya, Sigit Pramono. Pertama, terkait tantangan sektor keuangan, Yanuar menilai, tantangan utama OJK periode kedua adalah sisi makroprudensial, namun pada ujungnya, ketua baru diharapkan juga cakap menyelesaikan permasalahan mikro, terutama dalam hal pendalaman sektor keuangan dan manajemen risiko.
"Postur dana beredar kita itu limbah dari kebijakan moneter negara maju, kita membutuhkan seseorang yang memahami makroprudensial. Wimboh sudah lama di Bank Indonesia (BI), pernah di moneter dan pengaturan perbankan. Dia menguasai sisi makroprudensial," ujar Yanuar saat dihubungi
CNNIndonesia.com, Rabu (7/6).
Adapun Wimboh memiliki latar belakang sebagai komisaris utama PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) sejak 2015 lalu. Sebelumnya, Wimboh menjabat sebagai direktur eksekutif International Monetary Fund (IMF), kepala perwakilan BI di New York, direktur Direktorat Pengaturan Perbankan BI pada 2010-2012.
Kedua, pengembangan mikro. Yanuar bilang, saat ini sisi pendanaan masih bertumpu pada perbankan. Dengan kemampuan melahirkan kebijakan di sektor perbankan, Wimboh diperkirakan mampu menangani hal ini. Tinggal pekerjaan rumah bagi Wimboh adalah menggenjot kemampuan jasa keuangan lainnya, seperti pasar modal dan asuransi.
"Harus punya konsep bagaimana dari Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan diintergrasi dan dikohesikan agar bisa masuk ke pasar modal, lalu dampaknya pada asuransi juga," kata Yanuar.
Ketiga, OJK-1 juga harus mumpuni untuk menghadapi tantangan politik di negeri ini. Preferensi, dinilai Yanuar, tak lepas dari kriteria memilih Ketua DK OJK, apalagi di tahap final seleksi petinggi OJK bermuara pada kecakapan berkomunikasi politik.
"Hampir seluruh DK OJK sebelumnya rontok. Saya melihat, sedari awal, preferensi dari para elite, seperti Menteri Keuangan, Gubernur BI hingga Presiden, secara politik mengarah ke Wimboh. Mungkin kalau Muliaman tidak gugur, itu seru karena petahana tentu punya pengalaman komunikasi politik," jelasnya.
Sementara untuk Sigit, dengan latar belakang seorang praktisi yang saat ini menjabat sebagai Komisaris Independen PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dan memiliki pengalaman sebagai direktur utama Bank Internasional Indonesia (BII) pada 2002-2003, direktur utama PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), dan menjadi ketua Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional (Perbanas), kemampuannya jauh lebih terpusat di perbankan.
"Tapi bisa saja, bila DPR memberi kejutan 'wani piro?' dan memilih Sigit. Tapi memang dari awal agak jomplang, Wimboh pernah di moneter sedangkan Sigit di BNI," celetuknya.
Senada dengan Yanuar, ekonom Aviliani menilai, ada dua kelebihan Wimboh, yaitu handal sebagai regulator makroprudensial dan 'lebih dikenal'. Menurutnya, kelebihan pertama memang sangat dibutuhkan untuk orang nomor satu di OJK.
"Kalau bicara Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) itu ya butuh (yang berpengalaman di) makro. Wimboh itu pernah di BI dan IMF, itu bergerak di makro, riset tentang makro," ujar Aviliani.
Sementara untuk keunggulan 'lebih dikenal', Aviliani menilai ini akan menjadi nilai tambah dalam memimpin OJK. Lebih dikenal yang dimaksudnya, tak hanya mencerminkan pengalaman Wimboh yang telah 'malang melintang', namun juga memiliki keunggulan pada lobi-lobi politik.
"Ada istilah 'tak kenal maka tak sayang', sebagian orang DPR bilang 'saya banyak tidak kenal dengan calonnya'. Jadi, memang harus ada kriteria dari sisi kepemimpinan," paparnya.
Begitu juga dengan Ekonom PT Samuel Asset Management Lana Soelistianingsih, menurutnya tak bisa dipungkiri bahwa Ketua DK OJK tak hanya harus mumpuni di sisi menghadapi tantangan ekonomi, namun memiliki pengalaman politik.
"Selain pengalaman dari sisi jabatan dan kemampuan, juga diperlukan pengalaman politik. Tapi untuk kemampuan, Ketua DK OJK harus mampu menjadi helikopter, yang bisa memantau keseluruhan kebutuhan sektor jasa keuangan, baik makro maupun mikro," terang Lana. Sementara untuk posisi Wakil Ketua DK OJK sebagai Ketua Komite Etik tengah diperebutkan oleh Agus Santoso dan Riswinandi Idris. Agus Santoso memiliki latar belakang sebagai mantan wakil kepala Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK). Sedangkan Riswinandi Idris pernah menjabat di Bank Mandiri dan Direktur Utama PT Pegadaian (Persero).
Yanuar menilai, dari fungsi wakil ketua yang saat ini dijalankan oleh Rahmat Waluyanto, Wakil Ketua DK OJK saat ini, fungsi yang cenderung dijalankan adalah mengurus internal OJK agar lebih bisa berkembang. Sedangkan, pengambilan kebijakan lebih dijalankan oleh Muliaman. Dengan begitu, Agus lebih berpotensi didapuk menjadi wakil ketua karena memiliki kecakapan dari sisi pengaturan institusi.
"Kalau seperti itu, mungkin lebih ke Agus Santoso yang dulunya di PPATK. Karena dari sisi Panitia Seleksi (Pansel), saya melihat ada kecenderungannya lebih ke Agus. Tapi tetap tergantung bagaimana DPR melihat fungsi wakil tersebut karena profil keduanya tak jauh berbeda," tutur Yanuar.
Sementara, Aviliani melihat, potensi terpilihnya wakil ketua tak hanya dilihat dari latar belakang dan kecakapannya, namun juga bagaimana sosok wakil tersebut mampu mengimbangi kemampuan dari Ketua DK OJK terpilih. Menurutnya,
"Mungkin kalau Wimboh yang terpilih, Riswinandi bisa masuk untuk mengimbangi karena berlatarbelakang pelaku industri. Tapi kalau Sigit, mungkin bisa Agus Santoso yang lebih ke birokrat. Pokoknya harus dicampur, mengimbangi," kata Aviliani.
Selain Wimboh, deretan calon DK OJK yang tak luput dari sorotan adalah Nurhaida, satu-satunya petinggi OJK yang masih menjabat atau petahana yang berhasil mendapat rapor baik dari Pansel dan Presiden. Selain mampu bertahan di bursa seleksi, Nurhaida bahkan terlihat ambisius untuk kembali menduduki kursi Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK.
Aviliani menilai, tak goyahnya sosok Nurhaida di bursa DK OJK lantaran selama ini, pengawasan atas pasar modal yang dijalankan Nurhaida, dinilainya cukup baik. Artinya, kinerja Nurhaida mampu meyakinkan Pansel dan Presiden untuk membawa tongkat estafet penjalanan fungsi OJK di periode berikutnya.
Sedangkan Yanuar melihat, kemampuan politik yang menjadi penyelamat Nurhaida, sehingga masih bisa bertarung di bursa DK OJK Periode 2017-2022. Sebab, kinerja Nurhaida di pasar modal, dinilainya biasa saja.
"Saya tidak tahu apa pertimbangan Pansel tapi saya kaget dengan hasilnya. Rasanya itu karena kemampuan politik. Artinya, Nurhaida lebih diterima secara politik dibandingkan dengan DK OJK yang lain. Di satu sisi, mungkin Pansel mau OJK berkelanjutan (ada penerus dari periode lalu)," pungkasnya.
Sementara, saingan Nurhaida pada jabatan pengawas pasar modal ialah Arif Baharudin. Arif saat menjabat sebagai Sekretaris Badan Kebijakan Fiskal (BKF). Sebelumnya, Arif merupakan mantan Kepala Pusat Harmonisasi Kebijakan BKF.