Sementara untuk Sigit, dengan latar belakang seorang praktisi yang saat ini menjabat sebagai Komisaris Independen PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dan memiliki pengalaman sebagai direktur utama Bank Internasional Indonesia (BII) pada 2002-2003, direktur utama PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), dan menjadi ketua Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional (Perbanas), kemampuannya jauh lebih terpusat di perbankan.
"Tapi bisa saja, bila DPR memberi kejutan 'wani piro?' dan memilih Sigit. Tapi memang dari awal agak jomplang, Wimboh pernah di moneter sedangkan Sigit di BNI," celetuknya.
Senada dengan Yanuar, ekonom Aviliani menilai, ada dua kelebihan Wimboh, yaitu handal sebagai regulator makroprudensial dan 'lebih dikenal'. Menurutnya, kelebihan pertama memang sangat dibutuhkan untuk orang nomor satu di OJK.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau bicara Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) itu ya butuh (yang berpengalaman di) makro. Wimboh itu pernah di BI dan IMF, itu bergerak di makro, riset tentang makro," ujar Aviliani.
Sementara untuk keunggulan 'lebih dikenal', Aviliani menilai ini akan menjadi nilai tambah dalam memimpin OJK. Lebih dikenal yang dimaksudnya, tak hanya mencerminkan pengalaman Wimboh yang telah 'malang melintang', namun juga memiliki keunggulan pada lobi-lobi politik.
"Ada istilah 'tak kenal maka tak sayang', sebagian orang DPR bilang 'saya banyak tidak kenal dengan calonnya'. Jadi, memang harus ada kriteria dari sisi kepemimpinan," paparnya.
Begitu juga dengan Ekonom PT Samuel Asset Management Lana Soelistianingsih, menurutnya tak bisa dipungkiri bahwa Ketua DK OJK tak hanya harus mumpuni di sisi menghadapi tantangan ekonomi, namun memiliki pengalaman politik.
"Selain pengalaman dari sisi jabatan dan kemampuan, juga diperlukan pengalaman politik. Tapi untuk kemampuan, Ketua DK OJK harus mampu menjadi helikopter, yang bisa memantau keseluruhan kebutuhan sektor jasa keuangan, baik makro maupun mikro," terang Lana.