Jakarta, CNN Indonesia -- Harga minyak sawit mentah (
Crude Palm Oil/CPO) kembali mengalami pelemahan beberapa pekan terakhir ini. Perubahan cuaca yang terjadi pada tahun ini menjadi salah satu penyebab harga CPO terkoreksi.
Cuaca yang membaik berimplikasi langsung pada proses produksi CPO. Tidak seperti tahun lalu, saat produksi CPO terganggu karena adanya La Nina dan El Nino. Perbaikan cuaca membuat produksi membludak.
Sayangnya, produksi CPO yang melonjak, tidak diiringi dengan peningkatan jumlah permintaan. Hal itu membuat kelebihan pasokan (
oversupply). Dengan begitu, harga CPO pun terus mengalami penurunan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Direktur Investa Saran Mandiri Hans Kwee menyebut, harga CPO kini berkisar 2.400-2.600 ringgit per ton. Angka ini turun jika dibandingkan dengan rata-rata harga CPO tahun lalu yang berada di level 3.200 ringgit per ton.
"Tahun lalu harga CPO naik karena ada La Nina dan El Nino, kalau sekarang seiring membaiknya produksi jadi ada penurunan harga CPO internasional," ungkap Hans kepada CNNIndonesia.com, Minggu (11/6).
 Ilustrasi panen kelapa sawit. (CNN Indonesia/Agustiyanti) |
Bagai efek domino, penurunan harga komoditas CPO tersebut berdampak negatif bagi pergerakan indeks saham sektor agrikultur.
Sepanjang pekan lalu, sektor agrikultur mengalami koreksi cukup dalam, yakni 3,05 persen ke level 1.765,757. Padahal, pekan sebelumnya masih mampu bertahan di teritori positif dengan penguatan tipis 0,99 persen.
Menurut Hans, sebagian besar emiten yang berada di sektor agrikultur bergerak dalam bisnis CPO atau perkebunan. Sehingga, dampak penurunan harga CPO langsung terasa terhadap sektor agrikultur.
Beberapa emiten yang dimaksud Hans, yakni PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI), PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk (SSMS), PT Perusahaan Perkebunan London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP), dan PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP). Keempatnya merupakan empat emiten dengan kapitalisasi pasar terbesar di sektor agrikultur.
Bila dirinci, berdasarkan nilai kapitalisasi pasar pada Jumat (9/6) pekan lalu, Astra Agro memiliki kapitalisasi pasar sebesar Rp27,36 triliun, Sawit Sumbermas Rp15,28 triliun, Perusahaan Perkebunan Rp9,58 triliun, dan Salim Ivomas sebesar Rp8,85 triliun.
"Mayoritas agrikultur kita isinya CPO, jadi harga internasional mempengaruhi laju sektor agrikultur," terang Hans.
 Ilustrasi minyak goreng kemasan. (CNN Indonesia/Safir Makki) |
Harga saham empat emiten dengan kapitalisasi pasar terbesar itu pun mengalami koreksi pada pekan lalu. Sawit Sumbermas menjadi emiten dengan pelemahan tertinggi, yakni 7,75 persen di level Rp1.605 per saham.
Kemudian, Perusahaan Perkebunan turun 5,38 persen ke level Rp1.405 per saham, Salim Ivomas melemah 5,08 persen ke level Rp560 per saham, dan Astra Agro turun tipis 1,38 persen di level Rp14.225 per saham.
Sementara itu, analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia Andi Wibowo Gunawan menjelaskan, turunnya harga CPO juga terjadi karena penguatan mata uang ringgit. Bila dilihat akhir pekan lalu nilai tukar ringgit ditutup menguat 0,07 persen di 4,2653 per dolar AS.
"Penurunan harga CPO di Malaysia lebih dikarenakan
oversupply dan juga penguatan ringgit Malaysia" terang Andi.
Peringkat Investasi Saham CPO TurunKondisi ini membuat Andi menurunkan investasi CPO dari
overweight menjadi netral. Ia memprediksi adanya potensi produksi CPO yang lebih tinggi pada semester II dibandingkan dengan semester I 2017.
"Kemudian juga mengantisipasi
oversupply minyak kedelai, yang dapat menekan harga minyak kedelai dan CPO global," sambung Andi.
Selain itu, penurunan peringkat ini juga terkait dengan rencana pemerintah Indonesia untuk memperpanjang moratorium konsesi kelapa sawit. Menurut Andi, investor lokal sendiri tidak menyukai stok CPO karena adanya perpanjangan moratorium tersebut.
"Tapi untuk jangka panjang perusahana CPO dapat mempertahankan pertumbuhan dengan menerapkan strategi yang baik untuk mendapatkan lahan penanaman baru," papar Andi.
Untuk itu, Andi memberikan rating hold untuk beberapa emiten CPO, seperti Astra Agro dengan target harga (
target price/TP) Rp15.300 per saham, Perusahaan Perkebunan dengan target harga Rp1.500 per saham, dan PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO) dengan target harga Rp2.100 per saham.
Di sisi lain, Hans optimistis harga CPO akan bangkit (
rebound) didorong oleh permintaan jelang Lebaran. Hal ini akan sedikit mengurangi persoalan kelebihan pasokan CPO.
"Ada potensi harga CPO mengalami perbaikan karena permintaan pas jelang Lebaran," terang Hans.