ANALISIS

Saham Perbankan Unjuk Gigi di Tengah Mekarnya Bunga The Fed

CNN Indonesia
Senin, 19 Jun 2017 13:11 WIB
Data BEI menunjukkan indeks sektor keuangan memimpin laju indeks sektoral pekan lalu. Indeks sektor keuangan menguat 1,36 persen ke level 927,634.
Data BEI menunjukkan indeks sektor keuangan memimpin laju indeks sektoral pekan lalu. Indeks sektor keuangan menguat 1,36 persen ke level 927,634. (CNN Indonesia/Hesti Rika Pratiwi).
Jakarta, CNN Indonesia -- Sejumlah saham sektor perbankan dengan nilai kapitalisasi besar (big caps) bergerak positif sepanjang pekan lalu. Padahal, sebelum bank sentral Amerika Serikat (The Federal Reserve) mengumumkan kenaikan suku bunga acuannya, mayoritas pelaku pasar menghindari saham kapitalisasi besar.

Lihatlah, alih-alih terperosok, Data Bursa Efek Indonesia (BEI) justru menunjukkan indeks sektor keuangan memimpin laju indeks sektoral. Indeks sektor keuangan menguat 1,36 persen ke level 927,634. Kondisi tersebut berbanding terbalik dengan pekan sebelumnya yang sempat terkoreksi cukup dalam, yakni 1,44 persen.

Saham sektor perbankan sempat terkoreksi karena anjloknya nilai tukar rupiah. Namun, nilai tukar rupiah malah berotot satu hari jelang pengumuman kenaikan suku bunga The Fed. Tengok saja, nilai tukar rupiah menguat 14 poin (0,11 persen) menjadi Rp13.277 per dolar AS pada Rabu, 14 Juni lalu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hal ini mendorong pelaku pasar tetap percaya diri untuk menanamkan dananya di beberapa saham emiten perbankan.

Saham Perbankan Unjuk Gigi Ditengah Mekarnya Bunga The FedIlustrasi papan saham bursa. (CNNIndonesia/Adhi Wicaksono).
Namun demikian, saat The Fed mengumumkan kenaikan suku bunga acuan 25 basis poin, nilai tukar rupiah sempat kurang darah ditutup melemah 9 poin (0,07 persen) di Rp13.286 per dolar AS. Beruntung, nilai tukar rupiah tidak keluar dari kisaran Rp13.260-Rp13.280 per dolar AS.

"Tahun ini berbeda, dibantu kenaikan prospek investment grade dari Standard & Poor's (S&P). Makanya, nilai tukar rupiah stabil. Kemudian, sektor perbankan ikut stabil, walaupun The Fed menaikkan suku bunga," ujar Analis Erdhika Elit Sekuritas Toufan Yamin kepada CNNIndonesia.com, Sabtu (17/6).

Menurutnya, kenaikan sektor keuangan didorong oleh kenaikan harga saham empat emiten perbankan, terutama emiten dengan kapitalisasi besar, seperti PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), serta PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI).

Terpantau, sepanjang pekan lalu harga saham BCA meningkat 0,28 persen ke level Rp17.800 per saham, BRI meningkat 0,34 di level Rp14.675 per saham, Bank Mandiri naik signifikan 2,04 persen ke level Rp12.475 per saham, dan BNI tumbuh 0,77 persen ke level Rp6.500 per saham.

Di sisi lain, Analis Binaartha Securities Muhammad Nafan Aji Gustama menjelaskan, sentimen positif lainnya yang mendorong harga saham emiten perbankan, yaitu Moody's mengerek peringkat industri perbankan Indonesia menjadi positif dari sebelumnya stabil.

Dalam keterangan resminya, Moody's mengerek prospek sistem perbankan Indonesia. Hal itu didasari oleh lima faktor, di antaranya lingkungan operasional, kualitas aset dan modal, pendanaan dan likuiditas, profitabilitas dan efisiensi, serta dukungan sistemik.

Selain itu, keputusan Bank Indonesia (BI) yang mempertahankan suku bunga di level 4,75 persen juga menjadi pelengkap banjirnya sentimen positif untuk sektor perbankan pekan lalu.

"Kemudian, secara makro, kondisi fundamental ekonomi dalam negeri yang stabil menciptakan kondisi yang kondusif dalam dunia investasi, khususnya di bidang pasar modal," ungkap Nafan.

Analis Semesta Indovest Aditya Perdana Putra mengatakan bahwa beberapa saham emiten perbankan yang memiliki nilai kapitalisasi kecil (small caps) juga ikut berkontribusi untuk kenaikan indeks sektor keuangan sepanjang pekan lalu.

Menurut dia, beberapa harga saham bank berkategori (Bank Umum Kelompok Usaha) BUKU I juga berhasil menguat. Hal ini didorong oleh rencana BCA untuk mengakuisisi bank kecil atau bank dengan BUKU I atau II yang kembali menyeruak di media massa sejak April lalu.

Aditya mengungkapkan, beberapa bank BUKU I yang disebut-sebut menjadi target BCA dalam melaksanakan aksi korporasinya, yaitu PT Bank Harda Internasional Tbk (BBHI), PT Bank Agris Tbk (AGRS), dan PT Bank Artos Indonesia Tbk (ARTO).

"Isunya memang sudah dari tahun-tahun lalu, tapi kini lebih mengerucut nilai akuisisi sekitar Rp3 triliun, dan jenis perbankan yang mau disasar. Pergerakan bank BUKU I atau II sangat bagus sekali karena itu," imbuhnya.

Tak main-main, kenaikannya dalam sepekan bahkan berlipat-lipat jika dibandingkan dengan kenaikan harga saham emiten perbankan berkapitalisasi besar yang sebelumnya disebutkan.

Bila dirinci, Bank Agris naik tajam hingga 64,54 persen ke level Rp362 per saham. Diikuti oleh Bank Harda yang meningkat 19,69 persen di level Rp316 per saham dan Bank Artos naik 8,88 persen ke level Rp196 per saham.

"Tahun lalu, ketiga bank itu pergerakannya biasa saja, cenderung stagnan," terang Aditya.

Saham Perbankan Berbalik Arah

Kendati naik daun di pekan lalu, harga saham sektor perbankan yang meroket di sepanjang pekan lalu diprediksi tidak akan terulang lagi pada pekan ini. Soalnya, beberapa pergerakan harga saham secara teknikal sudah menunjukan arah negatif.

"Misalnya, BCA sudah ada sinyal aksi ambil untung (profit taking). Kemudian, BNI juga sudah ada sinyal koreksi. Secara teknikal, secara keseluruhan, akan terkoreksi," kata Toufan.

Terlebih lagi, beberapa harga saham perbankan sudah mahal bila dilihat secara Price Earning Ratio (PER). Rata-rata PER emiten perbankan berada di level 12,7 kali. Namun, untuk Bank Mandiri dan BCA sudah berada diatas rata-rata, yakni masing-masing 17,8 kali dan 22 kali. Sementara, BNI sebesar 9,39 kali atau dibawah rata-rata.

"Memang, kalau mau dilihat mahal atau murah, bisa diukur dari Price to Book Value (PBV) dan PER," tutur Toufan.

Adapun, rata-rata PBV untuk emiten perbankan berada di level 1,45 kali. Untuk BNI masih dibawah rata-rata, yaitu 1,39 kali. Sementara, sisanya berada diatas rata-rata. Misalnya, Bank Mandiri sebesar 1,9 kali, BRI 2,5 kali, dan BCA 3,72 kali.

"Tapi, dua faktor itu tidak selalu jadi faktor pelaku pasar masuk ke saham yang diincar, kalau memang menarik meski PE atau PBV mahal pelaku pasar bisa tetap masuk," jelasnya.

Ambil contoh, saham BCA yang masih menarik bagi beberapa pelaku pasar karena didukung dari segi fundamental perusahaan. Rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) perusahaan terbilang paling kecil jika dibandingkan dengan BNI, Bank Mandiri, dan BRI.

Sepanjang tiga bulan pertama tahun ini, NPL BCA berada di level 1,5 persen. Sementara, NPL gross Bank Mandiri sebesar 3,98 persen. Kemudian, BNI sebesar 3 persen dan BRI 2,16 persen.

Aditya menilai, beberapa saham perbankan masih akan menarik karena adanya sentimen investment grade dari S&P yang masih terasa dan berpengaruh terhadap investasi di Indonesia. Menurutnya, indeks sektor perbankan berpeluang bertahan pada kisaran level seperti pekan lalu.

Kendati demikian, hal ini tidak berlaku bagi tiga emiten perbankan yang juga tercatat naik karena dipengaruhi berita rencana akuisisi BCA. Menurutnya, kenaikan harga saham Bank Harda, Bank Agris, dan Bank Artos hanya berdasarkan spekulasi semata.

"Untuk tiga emiten dengan nilai kapitalisasi kecil itu hati-hati, tidak saya rekomendasikan karena hanya bergerak berdasarkan berita," ucap Aditya.

Menurut dia, ketiga saham tersebut terbilang tidak terlalu likuid dan secara fundamental dinilai tidak cukup baik. Terlebih lagi, secara valuasi harga sahamnya lebih mahal dari harga wajar.

"PBV Bank Agris di level 1,87 kali, Bank Harda 1,74 kali, kemudian Bank Artos 1,35 kali," pungkas Aditya.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER