Jakarta, CNN Indonesia -- PT PLN (Persero) meramal pertumbuhan penjualan listrik pada semester I tahun 2017 hanya sebesar 2,4 persen, atau sama seperti kuartal I kemarin. Dengan demikian, maka penjualan listrik diperkirakan meningkat dari 105,96 Terawatt-Hour (TWh) di semester I tahun lalu ke angka 106,21 TWh di periode yang sama tahun ini.
Direktur Perencanaan Korporat PLN Nicke Widyawati mengatakan, angka ini di bawah pertumbuhan penjualan listrik semester I tahun lalu sebesar 6,36 persen. Ia beralasan, permintaan dari industri masih belum menunjukkan perbaikan.
"Industri masih belum tumbuh, rumah tangga juga begitu. Kami memiliki banyak sambungan, tapi konsumsi turun," jelas Nicke ditemui di Kementerian Koordinator bidang Kemaritiman, Senin (19/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, industri memang mengurangi penggunaan listrik karena ada libur panjang selama momen Ramadan hingga Idul Fitri di kuartal II. Hal ini terasa setelah konsumsi industri mengambil porsi terbesar dalam penjualan listrik.
Berdasarkan Statistik Ketenagalistrikan tahun 2016, penjualan listrik dari golongan industri dan dunia usaha mencapai 101,04 Megawatt-Hour (MWh) atau 49,8 persen dari total penjualan listrik tahun lalu sebesar 202,84 MWh.
"Industri pas ramadan kan menurunkan konsumsi listriknya. Selain itu, pas hari libur lebaran, masyarakat juga keluar rumah kan, sehingga ada yang tidak menggunakan listrik. Tapi itu kan hanya sebentar, pas hari raya idul fitrinya saja," ungkapnya.
Nicke mengelak jika turunnya konsumsi listrik karena masalah tarif. Pasalnya, menurut dia, tarif bagi golongan listrik non-subsidi tidak berubah sejak Januari hingga Juni tahun ini.
Adapun menurut data PT PLN (Persero), tarif listrik non-subsidi pada enam bulan di Tegangan Rendah (TR) tercatat Rp1.467,28 per kilowatt-Hour (KWh), tarif listrik di Tegangan Menengah (TM) menjadi Rp1.114,7 per KWh, dan tarif listrik di Tegangan Tinggi (TT) menjadi Rp996,74 per KWh.
Di sisi lain, sesuai Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 28 Tahun 2016, tarif listrik dipengaruhi asumsi harga minyak Indonesia
(Indonesian Crude Price/ICP), nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS, dan inflasi.
"Kita kan komitmennya sampai semester ini tidak boleh ada kenaikan tarif (
non-subsidi), dan itu sudah kami lakukan. Kan sebetulnya itu ada
tarriff adjustment yang tergantung tiga faktor tersebut. Tapi, walaupun tiga faktor itu naik turun, tetap komitmennya harga listrik tidak naik," paparnya.
Sekadar informasi, Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2017 hingga 2026 menyebut bahwa rata-rata pertumbuhan penjualan listrik selama 10 tahun ke depan adalah 8,3 persen. Pertumbuhan tertinggi disumbang dari golongan bisnis sebesar 9,5 persen, sementara pertumbuhan terendah akan disumbang dari sektor publik dan rumah tangga sebesar 8,6 persen.
Hingga akhir 2016, penjualan listrik PLN tercatat 216 TWh atau meningkat 6,5 persen jika dibanding penjualan tahun sebelumnya 202,8 TWh. Sementara itu, hingga akhir tahun ini, PLN juga menargetkan pertumbuhan penjualan listrik sebesar 6,5 persen atau setara 217,4 TWh hingga akhir tahun nanti.