Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengakui, laju inflasi Juni 2017 yang baru saja dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) sebesar 0,69 persen, memang berada di atas perkiraan.
Ia menjelaskan, sebelumnya pemerintah memproyeksi inflasi Juni 2017 hanya sekitar 0,4 persen sampai 0,5 persen, atau lebih rendah dari inflasi Juni 2016 sebesar 0,66 persen.
Namun, menurutnya, capaian inflasi secara tahun kalender (
year-to-date/ytd) sebesar 2,38 persen dan secara tahunan (
year-on-year/yoy) sebesar 4,37 persen, masih sesuai dengan target pemerintah sampai akhir tahun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Memang agak tinggi, 0,69 persen itu agak di atas harapan. Tapi kalau dilihat, secara
year to date masih oke dan secara
year on year masih oke," ujar Darmin di kantornya, Senin (3/7).
Adapun sampai akhir tahun, Darmin memproyeksi bahwa inflasi akan mulai mengalami penurunan secara berkala mulai Juli mendatang. Pasalnya, dari sisi komponen tingkat harga yang diatur oleh pemerintah (
administered price), tak lagi memberikan ancaman bagi inflasi.
Sebab, pemerintah baru saja menelurkan dua kebijakan, yaitu tak akan mengerek harga bahan bakar minyak (BBM) dan gas elpiji tiga kilogram sampai September 2017 dan akan menahan tarif dasar listrik (TDL) sampai Desember mendatang.
Sementara dari sisi gejolak harga pangan (
volatile foods), Darmin menegaskan bahwa upaya penekanan harga dan menjaga kestabilan harga pangan yang sudah dilakukan sejak awal tahun ini, akan terus dilanjutkan hingga penghujung tahun ini.
"Ya, kami mengharapkan iya (inflasi terjaga rendah) karena kami masih terus mengurusi supaya inflasi pangan itu terutama tidak terlalu tinggi," kata Darmin.
Adapun untuk Juni lalu, pemerintah memang berupaya kerasa untuk menahan lambungan harga pangan yang cenderung terjadi kala ramadan dan lebaran. Alhasil, inflasi bahan makanan dianggap Darmin masih cukup rendah, sebesar 0,69 persen pada Juni lalu, dengan andil terhadap inflasi sebesar 0,14 persen.
Sedangkan, berkaca pada data BPS, kelompok yang mengalami inflasi tinggi, yaitu kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan sebesar 1,27 persen, kelompok sandang 0,78 persen, dan perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar 0,75 persen.
"Kelihatannya perumahan, kemudian pakaian, itu yang paling tinggi, baru kemudian pangan," imbuh Darmin.