BI Waspadai Inflasi Jika Harga Premium dan Solar Naik

CNN Indonesia
Jumat, 26 Mei 2017 15:43 WIB
Komponen BBM diperkirakan memengaruhi inflasi dari segi harga-harga yang diatur pemerintah yang nantinya akan merembet ke harga pangan bergejolak.
Komponen BBM diperkirakan memengaruhi inflasi dari segi harga-harga yang diatur pemerintah yang nantinya akan merembet ke harga pangan bergejolak. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono).
Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Indonesia (BI) mewaspadai pergerakan inflasi jika pemerintah menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) penugasan jenis premium dan solar pada paruh kedua tahun ini. Komponen BBM diperkirakan memengaruhi inflasi dari segi harga-harga yang diatur pemerintah (administered price) yang nantinya akan merembet ke harga pangan bergejolak (volatile food).

Gubernur BI Agus Martowardojo mengaku, mengapresiasi penyesuaian harga BBM sebagai bentuk reformasi energi. Kendati demikian, ia menyarankan, pemerintah perlu berhati-hati dalam mengatur jadwal penyesuaian harga BBM.

"Tahun ini, setahu kami yang sudah ada persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) adalah penyesuaian BBM. Memang, hingga Juni tidak ada penyesuaian, mungkin pada semester kedua ini ada penyesuaian. Kalau seandainya ada penyesuaian BBM, yang dijaga adalah dampak ke inflasi," ujarnya, Jumat (26/5).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Karena inflasi dari BBM menekan administered prices, ia melanjutkan, pemerintah harus bisa menekan dampak dari komponen volatile food. Sehingga, inflasi hingga akhir tahun nanti bisa sesuai di angka 4 persen plus minus satu persen dan inflasi volatile food tidak boleh melebihi angka 5 persen.

Adapun, hingga minggu ketiga Mei, komponen volatile food menekan inflasi bulanan yang diprediksi mencapai 0,37 persen. Ini disebabkan karena pasokan bawang merah, bawang putih, telur, dan daging ayam yang dianggap kurang lancar.

"Kalau ada penyesuaian, mesti ada upaya agar inflasi volatile food bisa terjaga. Hingga pekan ketiga Mei, volatile food memengaruhi inflasi karena suplai barang kurang lancar menjelang bulan Ramadan," terang Agus.

Meski begitu, ia menuturkan, tekanan inflasi dari administered price sepanjang empat bulan pertama di 2017 ini masih bisa dijaga dengan baik. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi tahun kalender (year to date) tercatat 1,28 persen, meski inflasi administered price tercatat 4,86 persen.

"Sejauh ini, dampak dari administered prices akibat perubahan tarif listrik 900 Volt Ampere (VA) masih dapat ditangani dengan baik," jelas Agus.

Sebelumnya, PT Pertamina (Persero) menginginkan perubahan harga BBM jenis premium dan solar apabila harga minyak dunia tak kunjung turun dari level US$50 per barel. Pasalnya, harga premium dan solar saat ini yang masing-masing sebesar Rp6.450 per liter dan Rp5.150 per liter baru akan ekonomis jika harga minyak US$40 per barel.

Direktur Pemasaran Pertamina Mochamad Iskandar menjelaskan, perusahaan migas pelat merah tersebut harus menombok Rp450 per liter dalam berjualan premium dan Rp1.150 per liter dalam berjualan solar. "Harapan kami setelah Juni ada penyesuaian harga BBM," imbuhnya belum lama ini.

Sementara itu, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar enggan mengomentari perubahan BBM penugasan pada semester II mendatang. "Kalau harga BBM di bawah formulasi Pertamina, ya mau bagaimana?" katanya.

Hingga bulan April 2017, inflasi dari sisi energi tercatat 7,85 persen secara year to date. Sementara itu, jika dilihat secara tahunan (year on year), komponen inflasi energi mencapai 10,7 persen.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER