Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerataan pembangunan disebut tak akan serta merta terwujud kendati pemerintah memindahkan ibu kota dari DKI Jakarta ke Pulau Kalimantan. Wacana tersebut justru disebut bisa memunculkan spekulasi harga tanah.
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia Irfan Ridwan Maksum menilai, pemindahan ibu kota ke luar Pulau Jawa sebenarnya dapat dilakukan dalam jangka waktu lima tahun, seperti yang sebelumnya disampaikan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Bambang Brodjonegoro. Hanya saja, menurut dia, pemerataan pembangunan tak serta merta dapat segera diwujudkan.
Bambang sebelumnya menjelaskan, pemindahan ibu kota membutuhkan waktu lima tahun dan akan dilakukan bertahap.
Bambang bahkan optimistis, persiapan pindah bisa dimulai tahun depan. Kini, pihaknya tengah merampungkan kajian terkait rencana tersebut.
"Kalau pindah ke luar Pulau Jawa, pembangunan tidak bisa merata begitu saja selama lima tahun. Pemerataan pembangunan bisa membutuhkan waktu sekitar 20 sampai 30 tahun," kata Irfan saat dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (5/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Ridwan, setidaknya ada tiga faktor yang menyebabkan pemerataan pembangunan membutuhkan waktu puluhan tahun. Pertama adalah Sumber Daya manusia (SDM). Ketika ibu kota pindah, pasti akan menarik SDM yang banyak untuk pembangunan fisik seperti kantor pemerintahan. Mau tak mau SDM akan terus berdatangan untuk bekerja sampai pembangunan fisik selesai yang memakan waktu bertahun-tahun.
Kedua, waktu pemindahan ibu kota yang cukup lama. Pemindahan ibu kota keluar pulau Jawa akan memakan waktu lama. "Kalau perhitungan pemindahan itu gak tepat bisa semakin lama. Ketika semakin lama pemerataan malah bisa stuck, tidak bisa terjadi seperti yang diinginkan," kata Ridwan.
Ketiga, pemahaman birokrasi perizinan yang kemungkinan berbeda. Pasalnya pusat administrasi pemerintahan pindah, sedangkan Jakarta tetap menjadi pusat bisnis.
"Pertumbuhan ekonomi yang merata juga tak serta merta terjadi. Butuh proses, ada pergeseran modal dan lain-lain," terang dia.
Sementara itu, Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagyo pun gerah dengan wacana pemindahan ibu kota yang tak kunjung terealisasi. Dengan mewacanakan akan pindah ibu kota, kata Agus, pemerintah bisa perjalanan menuju pemindahan ibu kota.
"Mau pindah ibu kota belum apa-apa kok sudah ngomong, tanah di Kalimantan bisa langsung mahal harganya. Mending sekarang berpikir bagaimana ekonomi Indonesia bisa baik, gak punya duit kok sombong," kata Agus.
Meski begitu, Agus setuju ibu kota dipindahkan asal pemerintah benar benar siap. Menurutnya, pemindahan ibu kota merupakan hal yang lazim asal pemerintah siap dari segala aspek terutama dana.
Ia mencontohkan Malaysia yang memindahkan ibu kotanya dari Kuala Lumpur ke Putrajaya. Walau berjarak 30 km, pemindahan ibu kota tersebut menelan biaya sekitar US$8,1 miliar atau sekitar Rp107 triliun.
Biaya tersebut merupakan biaya yang dikeluarkan untuk pembangunan infrastruktur Putrajaya. Namun, hingga kini sebagian infrastruktur yang dibutuhkan pemerintahan Malaysia pun masih bergantung pada Kuala Lumpur.
Kajian Sejak 2015Mantan Menteri Bappenas Andrinof Chaniago mengatakan, kajian pemindahan ibu kota negara sebenarnya sudah dilakukan saat ia menjabat pada 2015 lalu. Saat itu, kajian berisi tentang perlu tidaknya pemindahan ibu kota dan dimana lokasinya. Kajian yang dilakukan sekarang merupakan lanjutan dari kajian yang dulu.
Berdasarkan kajian itu, Andrinof melihat pengalaman dari 20 negara yang memindahkan ibu kota kurang lebih membutuhkan waktu 10 tahun. Waktu tiga tahun digunakan untuk menyelesaikan kajian, membuat regulasi baru seperti revisi Undang-Undang ibu kota dan pengamanan lahan. Sedangkan tujuh tahun berikutnya digunakan untuk bangunan fisik.
"(Dari kajian yang dulu) Kalau dana dari pemerintah sekitar per tahun Rp 10 triliun, jadi proyek
multiyears. Di samping dana pemerintah, di kawasan tertentu bisa dibangun swatsa pada kawasan komersial, seperti pelabuhan bandara dan swasta. Tapi yang penting pengadaan lahan oleh negara supaya terkontrol," kata Andrinof saat dihubungi CNNIndonesia.com.
Andrinof memperkirakan kajian mendalam soal pemindahan ibu kota bisa rampung akhir tahun ini. Sampai kajian itu selesai, menurut dia, sebaiknya jangan disebutkan secara spesifik di mana lokasi tersebut. Pasalnya. makelar tanah akan memainkan harga tanah bila sudah disebutkan suatu lokasi.
"Pulau Kalimantan kan luas, jangan sebut kota tertentu. Perkebunan di sana, masih banyak tanah negara, kalau ada lahan swasta dibeli saja. Lebih murah kalau beli sebagian tanah swasta," kata Andrinof.
Walau sudah tak lagi menjadi menteri, ia mengaku masih menjalin komunikasi dengan Bambang. Andrinof pun mengaku sangat setuju dengan pemindahan ibu kota lantaran Jakarta sudah terlalu padat. Dengan pemindahan ibu kota, setidaknya Jakarta memiliki ibu kota setara kota kelas dunia.
"Indonesia
nggak punya kota kelas dunia, punya kota besar kelas kampung, misalnya Jabodetabek disebut kampung besar. Kota kelas dunia bisa lahir kalau dibangun secara khusus, bukan tumbuh dari zaman kolonial," tambah Andrinof.