Jakarta, CNN Indonesia -- Pelaku usaha karet menilai, Indonesia tak perlu kembali memangkas ekspor demi meningkatkan kembali harga karet yang melemah. Pasalnya, harga karet saat ini tidak begitu dipengaruhi oleh sisi penawaran dari negara-negara produsen karet.
Ketua Umum Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Moenardji Soedargo menuturkan, saat ini pelemahan harga karet disebabkan oleh penumpukan stok karet di negara pengimpor utama, seperti China. Adapun, sebagian besar stok yang menumpuk itu, atau 55 persen merupakan karet asal Thailand.
Apalagi menurutnya, saat ini kondisi fundamental pasar karet dalam kondisi sehat, dalam artian terdapat defisit di sisi penawaran dibanding permintaannya. Sehingga, seharusnya pemangkasan ekspor tidak berpengaruh banyak dalam memperbaiki harga karet.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kemudian kalau melihat jumlah stok karet dunia per bulan Mei 2017, rasio antara stok global dibanding konsumsi dunia per bulannya mencapai 2,2 bulan saja, atau membaik dibanding periode sebelumnya yang mencapai tiga bulan. Artinya, sudah ada keseimbangan dari sisi penawaran dan permintaan, sehingga memang bukan ekspor yang harus diintervensi," ujar Moenardji, Rabu (18/7).
Melihat kondisi tersebut, menurutnya bukan kebijakan tepat jika Indonesia melanjutkan perjanjian pembatasan ekspor karet bersama Thailand dan Malaysia yang umum disebut Agreed Export Tonnage Scheme (AETS) di tahun ini. Meski memang, pelaksanaan AETS di tahun lalu sukses mendongkrak harga karet.
Adapun, AETS tahun lalu dilakukan antara bulan Maret hingga Agustus, di mana Indonesia mengurangi ekspor sebanyak 283,73 ribu ton. Angka itu mengambil porsi 46,13 persen dari total pemangkasan ekspor yang dilakukan tiga negara sebesar 615 ribu ton.
Hal itu berimbas pada harga karet alam di angka US$1,96 per kilogram (kg) di akhir tahun lalu dibandingkan posisi awal tahunnya di angka US$1,09 per kg.
"Tapi, saat ini kami tidak memandang AETS sebagai solusi untuk harga. Meski begitu, terserah kepada negara. Menurut hemat kami dan setahu saya, ibaratnya kalau tidak demam tapi disuntik antibiotik itu kan merusak sistem imun," paparnya.
Alih-alih memangkas ekspor, pelaku usaha harus cerdik dalam mengatur produksi di hulu dan mengelola distribusi ke konsumen karet utama. Dengan demikian, maka tidak akan terjadi lagi penumpukan stok secara mubazir di pelabuhan-pelabuhan yang menerima ekspor karet.
"Ibaratnya ada kekurangan beras, tapi stok beras paling banyak menumpuk di depan Pasar Jumat. Tentu saja kalau begitu harga beras di Jakarta tertekan. Seperti itulah kejadian di China, walaupun karet yang tersedia di dunia ini masih kurang," ujarnya.
Rencananya, Gapkindo memiliki target ekspor karet alam sebanyak 2,7 juta ton di tahun 2017. Angka ini meningkat 2,66 persen dibanding posisi tahun lalu sebesar 2,63 juta ton.
Sementara itu, Gapkindo juga menargetkan pertambahan produksi karet ke angka 3,23 juta ton di tahun ini, atau meningkat 2,27 persen dibanding posisi sebelumnya 3,15 juta ton. Peningkatan produksi ini disebabkan oleh bertambahnya jumlah penanaman ulang (
replanting) dan penanaman baru.