Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mencatat, defisit anggaran pada semester I 2017 sekitar Rp5,8 triliun. Defisit anggaran tersebut seiring pengeluaran BPJS Kesehatan yang mencapai Rp41,5 triliun, sedangkan penerimaan iuran mencapai sekitar Rp35,6 triliun.
"Tapi kalau dilihat dari penerimaan dan pengeluaran tidak berarti kami tidak punya kas ya. Ini angka saat Juni tutup, kan besok iuran masuk lagi," ujar Direktur Keuangan BPJS Kesehatan Kemal Imam Santoso di Jakarta, Rabu (19/7).
Hingga akhir tahun ini, Kemal pun memperkirakan, penerimaan iuran akan mencapai sekitar Rp79 triliun, sedangkan pengeluaran mencapai sekitar Rp81 triliun. Dengan demikian, BPJS Kesehatan diperkirakan masih akan mengalami defisit sekitar Rp2 triliun hingga akhir tahun ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami memiliki kewajiban, kalau klaim itu sudah kami terima, maka dalam 15 hari sudah harus kami bayar," jelas Kemal.
Untuk menambal kebutuhan dana tersebut, pemerintah telah menganggarkan dana untuk BPJS Kesehatan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (R-APBNP) 2017 sebesar Rp3,6 triliun.
"Tahun ini menurun defisitnya, tahun lalu disuntik pemerintah Rp6,8 triliun, tahun ini Rp3,6 triliun," sambungnya.
Kemal menjelaskan, saat ini masih terdapat sekitar 10 juta peserta yang tercatat menunggak pembayaran iuran BPJS Kesehatan. Penunggak tersebut mayoritas berasal dari kelompok peserta bukan penerima upah. Oleh karena itu, pihaknya pun saat ini masih terus memutar otak guna memberikan akses pembayaran iuran kepada masyarakat.
"Jadi kolektibilitas selain PBPU sudah diatas rata-rata 95 persen, tapi kalau secara real kami liat kolektibilitas PBPU sekitar hampir 60 persen," jelas Kemal.
Tambah Kerja Sama dengan Bank BukopinDi samping memberikan akses pembayaran iuran pada masyarakat, menurut dia, BPJS Kesehatan juga terus meningkatkan akses pembayaran klaim pelayanan kesehatan. Salah satunya dilakukan dengan menggandeng Bank Bukopin dalam pembiayaan tagihan fasilitas kesehatan (faskes) mitra BPJS
(supply chain financing). Kerja sama ini meliputi pemanfaatan jasa dan produk, serta layanan perbankan.
Direktur Komersial Bank Bukopin Mikrowa Kirana menjelaskan, kerja sama ini bagian dari upaya perusahaan dalam mendukung pemerintah dalam meningkatkan pelayanan kepada peserta BPJS Kesehatan.
Menurutnya, rasio kredit bermasalah
(Non Performing Loan/NPL) untuk sektor kesehatan saat ini terbilang rendah atau masih dibawah 1 persen. Kondisi ini berbeda jika dibandingkan dengan sektor bisnis lain yang dipengaruhi oleh kondisi ekonomi dunia atau harga komoditas
Sementara itu, Kemal menyebut, kerja sama ini bukanlah yang pertama dilakukan oleh BPJS Kesehatan. Sebelumnya, BPJS Kesehatan juga telah melakukan kerja sama dengan Bank BNI dan Bank Mandiri.