Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Heru Kristiyana menyebut bahwa penurunan rasio kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL) perbankan menjadi fokus pengawasan penggawa baru OJK hingga akhir tahun nanti.
"Fokus saya ke depan adalah bagaimana menurunkan NPL," ujarnya di Gedung Radius Prawiro, Kamis (20/7) malam.
Heru menargetkan, NPL perbankan tidak lebih dari tiga persen pada akhir tahun, baik secara industri maupun per individu bank. Berdasarkan data OJK, per Mei, NPL kotor (gross) industri masih ada di kisaran 3,07 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau NPL 3 persen di industri kayaknya masih ok, tetapi per individu banknya akan kami lihat seperti apa kondisinya dan nanti kami akan benahi," kata Heru.
Menurut Heru, membengkaknya rasio NPL bisa disebabkan oleh buruknya tata kelola internal (governance) maupun kondisi ekonomi eksternal, seperti penurunan harga komoditas.
Makanya, OJK akan melihat kondisi masing-masing bank untuk menentukan kebijakan yang tepat. Misalnya, memberikan pengawasan khusus bagi bank yang memiliki NPL tinggi akibat tata kelola yang buruk.
Selain itu, Heru juga akan mengkaji kemungkinan perpanjangan relaksasi restrukturisasi kredit bermasalah. Sebagai pengingat, sejak 2015 silam, OJK memberikan pelonggaran aturan restrukturisasi kredit dari tiga pilar (sektor industri, kondisi perusahaan, dan kemampuan membayar) menjadi satu pilar (kemampuan membayar).
Sesuai Peraturan OJK Nomor 11/POJK.03/2015 tentang Ketentuan Kehatian-hatian dalam Rangka Stimulus Perekonomian Nasional Bagi Bank Umum, relaksasi untuk meningkatkan kualitas kredit tersebut akan berakhir pada Agustus 2017 mendatang.
Heru mengungkapkan, kalaupun nantinya ada perpanjangan relaksasi, keputusan itu akan diambil setelah melihat kondisi masing-masing bank.
"Kalau berbagai masalah (NPL) itu di luar
governance, tentunya kami boleh kasih relaksasi. Tetapi, kalau masalahnya di governance, ya tidaklah. Kami harus benahi," imbuh dia.
Sebagai catatan, dalam rapat kerja dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Maret lalu, OJK menyatakan sebanyak 22 bank swasta memiliki NPL gross lebih dari 5 persen pada Januari 2017. Sebanyak 11 bank di antaranya berasal dari Bank Umum Kategori Usaha (BUKU II). Sementara sisanya berasal dari BUKU I dan BUKU III.
Guna memitigasi risiko, OJK kala itu menginstruksikan bank untuk meningkatkan biaya pencadangan, mengurangi ketergantungan pada debitur inti, menambah setoran modal, melakukan uji tekanan (stress test) soal kecukupan modal, dan rentabilitas bank setelah ditambahkannya biaya Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN), serta meminta bank memperbaiki infrastruktur perkreditan.
(bir)