Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur Program Institute For Development of Economics and Finance (INDEF) Berly Martawardaya menilai Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2018 lebih berhati-hati dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
"Kami melihat RAPBN 2018 ini paling tidak sudah ada kehati-hatian. APBN tiga tahun terakhir terlalu ambisius, dan terbukti kan target pajak tidak pernah tercapai," ujar Berly di Jakarta, seperti dikutip dari Antara, Jumat (18/8)
Berly menuturkan, dalam RAPBN 2018, pertumbuhan alokasi belanja dan defisit, serta utang pemerintah lebih kecil dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam RAPBN 2018, belanja ditargetkan mencapai Rp12.204,4 triliun, tumbuh 3,3 persen dibandingkan APBNP 2017 Rp2.133,3 triliun. Belanja RAPBN 2018 tersebut tumbuh lebih lambat dibandingkan pendapatan yang tumbuh 8,2 persen dari Rp1.736,1 triliun dalam APBNP 2017 menjadi Rp1.878,4 triliun.
Sementara itu, defisit anggaran sendiri ditargetkan mencapai Rp325,9 triliun, turun dibandingkan dalam APBNP 2017 Rp397,2 triliun. Secara rasio, defisit APBN menurun dari 2,93 persen menjadi 2,19 persen. Adapun utang juga menurun dari Rp461,3 triliun dalam APBNP 2017 menjadi Rp399,2 triliun.
"Ada upaya bersih-bersih neraca, seperti perusahaan yang mau 'go public', utangnya dihapus, capital injection, dan lainnya, sehingga siap 'go public'. Ini upaya beres-beres sehingga di APBN 2019, hal-hal negatif sepertinya akan coba ditekan menuju Pileg (Pemilu Legislatif) dan Pilpres (Pemilu Presiden) 2019," kata Berly.
Menurut Berly, RAPBN 2018 memang ada sedikit perbaikan. Namun, asumsi makro perlu disoroti terutama untuk pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan mencapai 5,4 persen memerlukan upaya besar untuk mencapainya. Demikian pula dengan inflasi yang ditargetkan mencapai 3,5 persen pada 2018 mendatang, turun dibandingkan target inflasi pada APBNP 2017 4,3 persen.
"5,4 persen walaupun bukan tidak mungkin, tantangannya cukup berat. Untuk (inflasi) 3,5 persen itu juga asumsinya logistik dan distribusi semakin lancar sehiingga tidak ada kenaikan harga barang-barang sembako. Itu tidak mudah menurut saya," ujar Berly.