Barter Sukhoi Rusia Terganjal Fluktuasi Harga Komoditas

CNN Indonesia
Selasa, 22 Agu 2017 15:01 WIB
Saat ini, pemerintah masih mengkaji skema valuasi barang yang akan diperdagangkan antara komoditas perkebunan Indonesia dengan pesawat Sukhoi Rusia.
Saat ini, pemerintah masih mengkaji skema valuasi barang yang akan diperdagangkan antara komoditas perkebunan Indonesia dengan pesawat Sukhoi Rusia. (REUTERS/Sergei Karpukhin).
Jakarta, CNN Indonesia -- Kesepakatan Indonesia dengan Rusia untuk perdagangan tukar barang (barter) pesawat Sukhoi dengan sejumlah komoditas agaknya belum bisa terlaksana dalam waktu dekat ini. Pasalnya, kesepakatan kedua negara masih terganjal oleh penentuan harga kedua barang yang akan 'diperjual-belikan'.

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan, pemerintah masih akan mengkaji skema valuasi barang yang akan diperdagangkan antara komoditas perkebunan Indonesia dengan pesawat Sukhoi Rusia. Dengan demikian, perjanjian imbal dagang sukhoi masih menunggu proses valuasi.

Pemerintah Indonesia berkeinginan untuk membeli 11 pesawat SU-35 dari Rusia senilai US$1,14 miliar. Namun, untuk mendapatkan pesawat tersebut, Indonesia harus berhitung lebih cermat lantaran harga sejumlah komoditas tidak stabil, serta cenderung berfluktuasi di pasar global.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Agar tak saling merugikan, lanjut Enggartiasto, perlu pula transparansi terkait volume dan nilai ekspor komoditas yang dibarter ke publik, termasuk valuasi pesawat Sukhoi dari Rusia sendiri.

"Mengenai harga, kami masih open (terbuka). Kami akan melihat analisis proyeksi dari komoditas. Saya akan melibatkan para pemain CPO dan asosiasinya untuk membuat proyeksi pasar," tutur dia, Selasa (22/8).

Sebelumnya, PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero) telah meneken nota kesepahaman (MoU) dengan perusahaan Rusia, Rostec. Kedua pihak berkomitmen untuk segera merealisasikan pertukaran Sukhoi SU-35 dengan sejumlah komoditas Indonesia.

Enggar menjelaskan, pesawat tempur Sukhoi akan menggantikan armada F-5 milik Indonesia yang sudah usang. Pemerintah menyiapkan sejumlah komoditas mulai dari kopi dan teh hingga minyak kelapa sawit dan produk-produk industri strategis pertahanan untuk ditukar dengan pesawat itu.

"Secara relatif, harga bisa kami kontrol. Karena Indonesia punya pangsa pasar CPO terbesar di dunia. Pada saat harga komoditas naik, saat itulah kami akan lakukan transaksi," terang dia.

Sementara itu, pemerintah masih menahan diri untuk tidak melibatkan komoditas karet lantaran kondisi harganya yang diproyeksi masih terus menurun.

"Karet, saya tidak mau kasih, karena ada kecendurungan harga karet terus turun. Kalaupun mau ya paling hanya crumb rubber," kata Enggartiasto.

Kementerian Perdagangan memiliki catatan perdagangan total antara kedua negara mencapai US$ 2,11 miliar dengan surplus untuk Indonesia sebesar US$ 411 juta pada 2016. Neraca perdagangan kedua pihak meningkat dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu US$ 1,9 miliar.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER