Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah menyatakan sedang memilah potensi gas suar (flare gas) milik Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang bisa digunakan untuk kepentingan komersial. Sebab, pemerintah menilai bahwa tak semua gas suar bisa dimanfaatkan.
Direktur Teknik dan Lingkungan Direktorat Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Patuan Alfon Simanjuntak menerangkan, saat ini terdapat potensi gas suar sebesar 170 juta kaki kubik per hari (MMSCFD).
Namun, beberapa KKKS mungkin menggunakan sebagian produksi gas suar itu untuk operasional kontraktor itu sendiri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak hanya itu, beberapa sumber gas suar pun ada yang bersifat temporer, sehingga belum tentu bisa dikomersialisasi. Maka dari itu, saat ini instansinya beserta Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) tengah mencari lokasi sumber gas suar yang sekiranya bisa dimanfaatkan untuk kegiatan usaha.
Sekadar informasi, gas suar merupakan gas yang dihasilkan oleh kegiatan eksplorasi dan produksi migas yang tidak dapat ditangani fasilitas produksi sehingga pemanfaatannya masih minim.
“Saat ini lagi dievaluasi potensi teknisnya. Ketika itu sudah terbaca, kemudian SKK Migas akan melelangkan gas suar tersebut,” ungkap Alfon ditemui di kantornya, Rabu (23/8).
Sejauh ini, SKK Migas sendiri telah mengidentifikasi bahwa sumber daya gas suar yang tersedia dan siap dilelang mencapai 19,36 MMSCFD. Adapun, gas ini berasal dari China National Offshore Oil Corporation (CNOOC), Chevron Pacific Indonesia, ConocoPhillips Grissik Ltd, dan Medco E&P Indonesie.
Setelah ini, rencananya mungkin akan ada lelang lanjutan untuk memaksimalkan pemanfaatan tersebut.
“Makanya SKK Migas saat ini melakukan pengkajian bagi gas suar yang bisa di-
produce dan dilakukan monetisasi. Laporan yang ada sampai sejauh ini, potensinya masih 170 MMSCFD,” paparnya.
Ia sendiri berharap gas suar ini bisa segera dimanfaatkan semaksimal mungkin. Apalagi, Indonesia juga berkomitmen di dalam
zero flare gas policy di tahun 2030 mendatang sesuai inisiatif Bank Dunia.
“Tentunya setelah adanya identifikasi tersebut, kami mempercepat pemanfaatan gas suar ini. Tetap saja, ini tergantung dari infrasstruktur dan juga peminatnya. Karena SKK migas kan tinggal melelangkan saja,” pungkas Alfon.
Sebagai informasi, pemanfaatan gas suar ini tercantum di dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 32 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan dan Harga Jual Gas Suar pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi yang ditandatangani Ignasius Jonan tanggal 2 Mei 2017 silam.
Di dalam beleid tersebut, pemerintah mengatur harga gas suar yang khusus dimanfaatkan bagi kepentingan pembangkitan listrik, pemanfaatan gas melalui pipa untuk industri atau rumah tangga, Compressed Natural Gas (CNG), hingga Liquefied Petroleum Gas (LPG).
Nantinya, penawaran gas suar akan dilakukan oleh SKK Migas. Sementara itu, pembeli gas suar wajib mengajukan harga penawaran, komitmen investasi, jangka waktu onstream, jaminan pelaksanaan sebesar 1 persen dari nilai investasi, bukti pembayaran pajak tahunan, dan surat permohonan.
Harga jual gas suar tersebut nantinya akan dievaluasi oleh SKK Migas dan disetujui Menteri ESDM. Sementara itu, jika pembeli gas adalah lembaga pemerintah, maka harganya ditetapkan paling tinggi sebesar US$0,35 per MMBTU. Namun, jika lembaga tersebut tidak mampu, maka menteri dapat menentukan kebijakan lain.