Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah akan mengandalkan satelit perbankan milik PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRIsat dalam menyalurkan 35 persen atau Rp56,7 triliun dari total bantuan sosial non tunai yang sebesar Rp162 triliun di tahun depan.
Direktur Jenderal Penangan Fakir Miskin Kementerian Sosial (Kemensos) Andi Z Dulung mengatakan, porsi penyaluran yang besar kepada BRI lantaran bank pelat merah itu menjadi satu-satunya bank yang memiliki satelit. Sehingga, dapat menjangkau wilayah luar Jawa hingga pelosok Indonesia.
"Luar Jawa itu banyak BRI, karena pemilikiran kami, luar wilayah itu bisa di-cover dengan satu-satunya bank yang punya satelit," ujar Andi dalam diskusi di Hotel Pullman, Kamis (24/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bersama BRI, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI juga memegang porsi penyaluran bansos yang sama, yaitu 35 persen. Namun, penyalurannya lebih fokus di Jawa.
"Sebenarnya, di luar Jawa juga ada BNI, tapi khusus 44 kota utama di Jawa itu BNI semua. Kami lihat, berdasarkan kesiapan dan cakupan wilayah bank saja," katanya.
Sisanya, sekitar 30 persen diberikan kepada PT Bank Mandiri (Persero) Tbk dan PT Bank Tabungan Negara (Persero) atau BTN masing-masing sebesar 15 persen atau sekitar Rp24,3 triliun.
"Mereka lebih sedikit, karena sesuai dengan jumlah agen mereka di lapangan dan kesepakatan dengan mereka," terang dia.
Namun, ia memastikan, bila seorang penerima telah memiliki rekening BRI, maka seluruh jenis bansos yang disalurkan akan melalui rekening penerima yang terdaftar. Sehingga, lebih efisien karena hanya satu kartu.
Untuk tahap awal, pemberian bansos secara non tunai baru untuk program beras sejahtera (rastra). Nantinya, jenis bansos lainnya juga dialirkan melalui empat perbankan pelat merah itu.
"Harapannya, kalau kementerian lain ada bantuan juga, nanti bisa sama dengan rekening yang dimiliki penerima," imbuh Andi.
Masyarakat Melek TeknologiMenurut Andi, penyaluran bansos non tunai tak terjegal masalah 'melek' teknologi dari masyarakat. Sebab, ia bilang, hampir seluruh masyarakat yang sebelumnya telah menerima bansos non tunai dengan sistem pencairan di mesin ATM bank bisa bertransaksi melalui ATM ataupun mesin EDC.
"Itu jadi perdebatan awal, tapi ternyata pas dicoba mulai tahun 2016, tidak ada masalah di situ. Menggunakan EDC dan tablet itu orang miskin bisa kok," jelasnya.
Bahkan, sambungnya, masyarakat miskin yang tak akrab dengan teknologi, misalnya di luar Jawa, juga tak mengalami kesulitan melakukan prosedur dan teknologi perbankan. "Cukup ajarin sekali, mereka bisa," ucapnya.
Bersamaan dengan sudah cukup 'melek'-nya masyarakat dengan sistem perbankan, Andi menyebut, bukan tidak mungkin nantinya pemerintah juga akan melirik perusahaan penyedia layanan teknologi keuangan (financial technology/fintech) untuk menyalurkan bansos. Sayangnya, Andi masih belum berbagi proyeksi lebih jauh.