Laba Tertekan, PLN Minta Kelonggaran Setoran Dividen Ditunda

CNN Indonesia
Selasa, 05 Sep 2017 15:46 WIB
PLN memproyeksi labanya tahun ini turun 42 persen atau hanya menjadi Rp6 triliun karena tekanan harga energi primer yang terus mendaki.
PLN memproyeksi labanya tahun ini turun 42 persen atau hanya menjadi Rp6 triliun karena tekanan harga energi primer yang terus mendaki. (CNN Indonesia/Safir Makki).
Jakarta, CNN Indonesia -- PT PLN (Persero) meramal perolehan labanya hingga akhir tahun nanti hanya sebesar Rp6 triliun. Angka ini terpaut jauh, bahkan turun 42,85 persen dibandingkan realisasi laba bersih tahun sebelumnya, yakni sebesar Rp10,5 triliun.

Direktur Utama PLN Sofyan Basyir mengatakan, angka ini juga lebih kecil 60 persen dibanding target perusahaan di awal tahun ini yang sebesar Rp15 triliun. Hal ini dikarenakan dua tekanan eksternal yang tidak bisa dikendalikan oleh perusahaan.

Pertama, terkait kenaikan harga energi primer, utamanya batu bara. Sepanjang semester I 2017, Harga Batubara Acuan (HBA) tercatat di angka US$83,55 per metrik ton atau melejit 61,13 persen dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu US$51,85 per metrik ton.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Porsi batu bara terbilang mendominasi penggunaan energi primer. Menurut data perusahaan, sebanyak 55,6 persen dari kapasitas terpasang pembangkit listrik saat ini yang sebesar 54.015 Megawatt (MW) disokong oleh penggunaan tenaga batu bara.

"Kenaikan harga batu bara sudah hampir mencapai 64 persen secara tahunan dan tren kenaikan harga batu bara acuan ini mungkin akan terjadi hingga akhir tahun ini," ujarnya di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Selasa (5/9).

Kedua, yaitu kebijakan pemerintah untuk menahan tarif listrik bagi golongan non-subsidi sejak awal tahun. Ini membuat ketidakseimbangan antara Biaya Pokok Penyediaan (BPP) pembangkitan dengan tarif listriknya.

Menurut PLN, saat ini, tarif listrik Tegangan Rendah (TR) tercatat Rp1.467 per Kilowatt-Hour (KWh), Tegangan Menengah (TM) di angka Rp1.115 per KWh, dan Tegangan Rendah (TR) tercatat di angka Rp997 per KWh. 

Sementara di sisi lain, Biaya Pokok Penyediaan (BPP) pembangkitan PLN mencapai Rp1.283 per KWh atau naik tipis 1,42 persen dibandingkan posisi tahun lalu, yakni Rp1.265 per KWh.

"Tapi di sisi lain, pemerintah tidak mengizinkan tarif listrik dinaikkan. Tentunya, kalau ada dukungan subsidi, maka kami bisa saja punya pendapatan," imbuhnya.
Melihat kondisi tersebut, Sofyan meminta penundaan setoran dividen kepada pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk tahun buku 2017. Padahal, sejatinya, perusahaan listrik pelat merah itu ditargetkan menyumbang dividen Rp2 triliun.

Selain karena laba yang diramal turun, perseroan juga membutuhkan belanja modal di tahun depan sebesar Rp120 triliun, sehingga perusahaan harus meningkatkan rasio laba ditahan (retain earnings) demi menyokong pendanaan internal.

"Sehingga untuk tahun 2017, kami mengusulkan tidak menyetor dividen tahun ini karena tidak diizinkan menaikkan tarif di tengah kenaikan harga energi primer yang terjadi. Meski ini tahun 2017, namun ini akan berlaku di tahun anggaran 2018 mendatang," pungkas mantan bos PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk ini.

Sebagai informasi, perseroan membukukan laba bersih sebesar Rp2,3 triliun pada semester I 2017 atau melorot 70,8 persen dibandingkan capaian periode yang sama tahun sebelumnya, yaitu sebesar Rp7,9 triliun.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER